Ada kegelisahan yang hendak saya tumpahkan di tulisan ini tentang berita duka dari berbagai penjuru dunia beberapa minggu belakangan. Begitu banyak nyawa yang terenggut dengan zalim. Dan betapa zalimnya lagi, aksi-aksi itu dilakukan atas nama agama yang telah mengingatkan rambu paling azasi yang disampaikan setiap Rasul Allah ; sesiapa yang membunuh satu nyawa, biadab dan tercelanya sama dengan menghabisi seluruh umat manusia. Ya, terorisme atas nama Islam, mulai dari Brussel hingga Pakistan.
pesan rasul-rasul Bani Israil, juga pesan Baginda Rasulullah |
Di serangan Paris itu ada beberapa muslim yang turut jadi korban. Belum
lagi gelombang anti-Islam yang meningkat di Eropa. Hidup saudara-saudara
kita semakin susah saja di sana. Kelompok kanan-Jauh dan Islamopob
seperti Pegida, Wilders dan kelompok rasis lainnya jadi punya alasan
merekrut anggota, mengobarkan api Islamophobia. Api itu lalu menjalar
dan memamah setiap yang berbau Islam. muslimah berhijab selalu jadi
sasaran utama. Di Brussel seorang Muslimah dikeroyok ratusan kelompok
rasis. Di Inggris, seorang penjaga toko Muslim bahkan harus meregang
nyawa. Menambah daftar Muslim korban kekerasan rasial di Barat sana.
Lalu ada yang bilang, makanya jangan tinggal di negara kafir, segeralah
berhijrah ke negri Muslim. Waras pak? Pengungsi syiria saja tidak ada
tuh negara Islam yang bersedia menjadi anshar
seutuhnya. Negara-negara Arab memang sudah menerima sebagian, Turki
mulai kewalahan. Indonesia? bah, kabar buruh China yang akan datang saja
kita sudah panik kok. Maka pilihan yang masuk akal memang ke Eropa.
Tapi serangan-serangan teroris itu, justru mempersulit pengungsi Syiria.
Ah, pengungsi Syiria, ya Allah belailah anak-anak bumi penuh berkah itu.
Orang-orang ini meninggalkan negerinya yang indah sebab dijadikan medan
perang. Lalu ketika mereka hendak lari, kelompok yang membuat kacau
negaranya justru membuat serangan lagi di Eropa sehingga orang di sana
pun takut dan enggan menerima mereka. Izzah Islam justru berada di titik
paling rendah. Lihatlah, orang-orang Syiria yang kebanyakan Muslim itu
mengemis-ngemis untuk bisa masuk ke negara-negara “kafir”, takut
terbunuh oleh perang di negri yang diberkahi oleh doa Rasulullah.
Anehnya, mereka yang merampok cap kerasulan beliau masih bisa merayakan
pembunuhan-pembunuhan itu.
Lalu kita lihat reaksi di media sosial. Histeria pray for pray for-an
itu. Ada sebuah narasi yang dibangun secara bersama-sama oleh the so
called “media Islam” dan banyak netizen Muslim yang menurut saya tidak
keren sama sekali. Sebuah narasi baper yang tidak ada gunanya sama
sekali. Narasi itu bisa kita lihat dalam judu-judul artikel online atau
sekedar status ; “ketika yang jadi korban umat Islam dunia diam” “yang
pray for Brussel itu, dimana kalian ketika Turki diserang?” dan
sejenisnya.
Reaksi semcam itu kontraproduktif menurut saya. Pertama, memang ini
persoalan teologis tapi cukup menggelitik saya. Apa kalian serius
berharap orang-orang Barat yang bukan Muslim itu berdoa bagi korban bom
Turki? Apa doa mereka betul-betul akan diijabah? Ya memang ini alasan
yang aneh, tapi coba pikirkan.
Kedua, dan ini yang serius, narasi semacam itu menunjukan mentalitas
“kita vs mereka” yang akut. Mentalitas yang juga dimiliki para teroris
itu. Padahal yang seharusnya umat Islam tidak memisahkan diri dari
komunitas internasional jika memang ingin melawan terorisme. Persoalan
ini adalah soal universal yang tidak boleh disikapi berbeda berdasarkan
pelaku dan korbannya. Jika orang-orang Barat masih saja bias dalam
reaksi mereka, ya sudahlah! Mereka memang seperti itu. Apa yang kita
harapkan? Adapun umat Islam sendiri, ya harus menunjukan sikap yang
sama tanpa harus menggugat bias mereka, mengemis-ngemis simpati pada
dunia.
Tunjukan izzah Islam bahwa meski menjadi korban utama terorisme, kita tetap kuat mengahadapinya, tidak butuh tagar histeria dan simpati hipokrit pemimpin-pemimpin dunia! Lagi pula pray for pray for itu tidak mengurangi penderitaan saudara-suadara kita kok. Dukungan dari saudaranya, serta doa-doa kitalah yang bisa meringankan. Maka pantaskan saja diri kita sebagai umat terbaik, yang simpati dan doanya universal sebab kita mengikuti nabi rahmah lil alamin. Jika orang lain ternyata tidak bersikap demikian, ya wajar lah, mereka memang tidak punya konsep rahmatan lil alamin. Ajari mereka kasih universal itu.
Tunjukan izzah Islam bahwa meski menjadi korban utama terorisme, kita tetap kuat mengahadapinya, tidak butuh tagar histeria dan simpati hipokrit pemimpin-pemimpin dunia! Lagi pula pray for pray for itu tidak mengurangi penderitaan saudara-suadara kita kok. Dukungan dari saudaranya, serta doa-doa kitalah yang bisa meringankan. Maka pantaskan saja diri kita sebagai umat terbaik, yang simpati dan doanya universal sebab kita mengikuti nabi rahmah lil alamin. Jika orang lain ternyata tidak bersikap demikian, ya wajar lah, mereka memang tidak punya konsep rahmatan lil alamin. Ajari mereka kasih universal itu.