Headlines News :
Made by : MF-Abdullah @ Catatan
Home » » Makna Haji Mabrur

Makna Haji Mabrur

Written By apaaja on Jumat, 04 September 2015 | 00.49.00

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Haji adalah salah satu tiang syiar agama Islam, sehingga Rasulullah saw memberikan ancaman pada siapun yang telah mampu namun enggan mengelurkan hartanya untuk berhaji. Barang siapa yang telah mampu secara materi berupa bekal dan biaya keberangaktan tapi tidak mau berhaji maka hendaklah ia memilih apakah ia mati sebagai nasrani atau yahudi. Begitulah bunyi ancaman Rasulullah dalam berbagai hadisnya. 

Di sisi lain Allah ta’ala memlalui lisan Rasul-Nya memberikan janji pahala yang sangat besar kepada seseorang yang mampu melaksanakan haji mabrur.
Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah RA dalam kitab Shahihnya, Rasulullah bersabda ;
عن أبي هريرةَ رضيَ اللّهُ عنه أن رسولَ اللّهِ صلى الله عليه وسلم قال «العمرةُ إلى العمرةِ كَفَّارةٌ لما بينهما، والحجُّ المبرورُ ليس له جَزاءٌ إلاّ الجنة».
Tidak salah jika kemudian seluruh pembaca yang mampu berbondong-bondong ke tanah suci untuk berhaji berharap menjadi haji mabrur.

Lalu bagaimana dengan kita yang belum diberikan anugrah kemampuan berupa biaya dan kesehatan untuk berhaji?. Tentu saja kita harus senantiasa berusaha agar menjadi hambanya yang pantas menjadi tamu Allah kelak. Selain persiapan materi kita juga harus mempersiapkan diri menjadi seorang yang mabrur. Makna kata mabrur dapat kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari kita.

Akar kata dari kata mabrur adalah al-birr. Makna kata al-birru inilah yang kita coba renungi dan amalkan dalam kehidupan. Dr. Yusuf al-Qaradhawi dalam kitab al-halal wa al haram fil Islam  menjelaskan bahwa makna kata al-birr mengandung segala makna kebaikan. sedangkan menurut Syaikh as-Sa’di makan al-birr juga mengandung makna at-Taqwa, yaitu makna yang menunjukan pelaksanaan perintah-perintah Allah dan mejauhi larangan-Nya. Termasuk di dalamnya berbuat baik kepada diri sendiri dan orang lain. Imam al-Baghawi menyatakan bahwa al-Birr adalah segala amal kebaikan yang membawa pelakunya ke surga.

Di dalam Al-Qur’an, kata al-Birr digunakan untuk mengungkapkan kebaikan yang bersifat luas, universal. Pada kesempatan kali ini khatib akan menyampaikan beberapa di antaranya ;

Akidah yang benar dan ketakwaan kepada Allah.
Di surah al-Baqarah ayat 177, Allah berfirman ;

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (177)

Dalam ayat ini, Allah memberikan kita petunjuk bahwa kebaikan atau al-brru yang sesungguhnya bukanlah bersifat ritual belaka. Tetapi kebaikan yang sesungguhnya adalah keimanan yang penuh kepada Allah, juga kepada Malaikat, Hari Akhir, para Rasul serta kitab-kitab mereka.

Jadi jika hendak melaksanakan kebaikan yang sesungguhnya, keimanan yang benarlah landasannya. Seseorang yang melaksanakan kebaikan tapi tidak disertai keimanan maka amalannya sia-sia. Di akhirat kelak ia tidak akan mendapatkan balasan apapun. Allah menggambarkannya dalam firman-Nya di surah al-Baqarah ayat 264;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ  

Jadi makna al-Birr yang pertama dan utama adalah keimanan yang kokoh, serta ketakwaan, hal ini sejalan dengan firman Allah ta’ala juga di surah al-Baqarah pada ayat 189 yang berbunyi ;

وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Kepedulian dan kebaikan kepada sesama manusia.
Hal ini dapat kita lihat pada ayat 177 surah al-Baqarah yang kami sampaikan tadi. Di ayat itu juga dijelaskan bahwa setelah keimanan yang kokoh, dan kesabaran akan ketentuan Allah, kita juga diperintahkan untuk berbuat baik pada sesama manusia. Yaitu menginfakan harta yang kita sukai kepada orang-orang yang membutuhkan seperti anak-anak yatim, fakir miskin, ibnu sabil serta kerabat kita yang butuh uluran tangan.

Jika hendak memperoleh derajat al-burru yang sesungguhnya dalam masalah kebaikan dengan sesama ini, Allah menegasakan bahwa kita tidak boleh terlalu mencintai harta. Di surah Ali Imran ayat 92, Allah awt menegaskan bahwa ;
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (92(Ali Imran
Pembaca yang dicintai Allah, kebaikan yang dimaksud disini bukan hanya kepada saudara kita sesama orang Islam tapi kepada seluruh manusia. Allah ta’ala berfirman ;
وَلَا تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لِأَيْمَانِكُمْ أَنْ تَبَرُّوا وَتَتَّقُوا وَتُصْلِحُوا بَيْنَ النَّاسِ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (224al-Baqarah )

Diriwayatkan dari Ibnu Juraij, bahwa Abu Bakar RA pernah bersumpah untuk tidak akan memberikan hartanya kepada siapa saja yang terlibat dalam fitnah yang menimpa Aisyah RA. Akan tetapi Allah tidak meridhoi hal itu dan turunlah ayat ini sebagai teguran dan petunjuk dari Allah.
Bahkan Allah tidak melarang kita untuk berbuat baik atau al-Birr kepada orang-orang yang tidak beragama Islam. Selama mereka tidak menampakan permusuhan kepada kita melalui peperangan, atau pengusiran. Juga kepada non-Muslim yang tidak mendukung tindakan teman mereka yang memerangi ummat Islam.

 Allah swt berfirman dalam surah al-Mumtahanah ayat 8-9 ;
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9) 
Berbakti kepada orang tua.
Jamaah yang dirahmati Allah, terakhir pemakaian al-Birr yang perlu kita renungkan dan amalkan adalah berbakti kepada orang tua.  Rasulullah ketika ditanya tentang amalan yang paling utama, salah satu jawaban beliau adalah ثم بر الوالدين.

Berbakti kepada kedua orang tua kita lakukan ketika keduanya masih hidup ataupun telah meninggal. Caranya adalah senantiasa mendoakannya degnan doa-doa yang diajarkan oleh agama kita. Bukan dengna perbuatan berupa selamatan-seamatan yang tidak ada dasarnya dalam agama yang kita anut ini.

Itulah tadi semua ha tentang makna al-Birr yang dapat kami sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga kita dapat merenungkannya dan mengamalkannya dalam kehidupan kita. Sehingga walaupun belum jadi haju mabrur, tapi semangat al-birru telah ada pada kita.

Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Santri Cendekia - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template