بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“NUN, demi pena dan yang ditorehkannya. Dengan
nikmat Tuhanmu, engkau bukanlah orang gila (wahai Muhammad)” (QS. Al-Qalam : 1 - 2).
NUN, sama dengan ALIF
LAAM MIM di awal surah al-Baqarah merupakan huruf huruf yang tidak diketahui maknanya. Kadng dalam tafsir dikatakan "Allah
lebih mengetahui maksudnya". Namun, sebagian ulama berpendapat ini bertujuan untuk menarik perhatian
manusia.
Jika kita bersandar
pada pendapat terakhir, maka untuk apa Allah menarik perhatian kita di awal
surah al-Qalam
ini? Yaa
untuk sebuah sumpah, sumpah yang menegaskan bahwa Muhammad saw bukanlah orang
gila disebabkan risalah Islam yang waktu itu terdngar aneh bagi dunia jahiliah.
Betapa tidak,
ketika masyarakat Arab menyembah berbagai macam dewa berwujud patung, Romawi
tenggelam dalam kesesatan menigakan yang esa, Persia Sasaniah tersesat oleh
kepulan asap api Ahimsa dan Ahuramazda, Muhammad, datang dengan konsep Tauhid,
mengesakan Allah, millah Ibrahim yang terlupakan. Selain itu, masih banyak
ajaran "aneh" yang ia bawa hingga disangka gila. Belum lagi fakta
ilmiah yang belum terungkap di dalam Alqur'an, waktu itu semua terdengar seperti
ocehan orang lemah akal.
Suatu hal yang menarik adalah apa yang dijadikan
Allah sebagai
"demi" dalam sumpah agungNYA ini ; al-Qalam, Pena. Apa hikmahnya? Apa hubungannya dengan
tuduhan gila pada Sang Rasul Penutup? Baiklah
mungkin kamu punya pendapatmu sendiri, kalau menurut renung-tadabburku begini...
Jika Allah
bersumpah dengan sesuatu maka sesuatu itu pastilah luar biasa. Dalam Tafsir
al-Muyassar dikatakan bahwa pena ini
adalah "pena yang digunakan para malaikat dan manusia menuliskan hal hal
yang baik, bermanfaat, dan ilmu ilmu". Jadi pena adalah hal yang luar bisa, baik ia ada di tangan malaikat,
maupun yang ada di genggam anak Adam. Kita tidak
punya akses pada pena para malikat, maka keluarbiasaan pena manusialah yang akan kita lihat.
Dalam lintasan
sejarah manusia, betapa pena dan hal hal yang mengelilingiya berupa penulis,
menulis, membaca dan penyebaran ide ide menunjukkan peran pentingnya. Ia bagaikan panah Pasopati, jika dipegang pandawa maka akan dibidikan pada
kemungkaran, jika disandang kurawa, pada kebaikanlah ia menerjang.
Lihatlah, bagaiman
Mein Kampf-nya Adolf Hitler menjadi
kitab suci bagi ideologi rasis anti semit NAZI. Ia mengilhami pasukan pasukan SS touten merambah
Eropa menaklukkan dunia. Memusnahkan ras ras rendah dan mengembalikan kejayaan
kaum Ubber Alles. Menyebabkan tragedi kemanusiaan yang mengerikan, PD II.
Lihatlah bagaimana
Das Kapital Karl Marx menginspirasi Revolusi Bolsevich, lalu rentetan revolusi
berdarah, pembantaian dan kediktatoran di hampir seluruh dunia di era jayanya
komunisme, yang memutasi menjadi Leninisme, Maoisme, Potlotisme. Begitu juga Revolusi Perancis yang berjanin ide ide pembebasan
intelektual macam Voltaire.
Tidak salah mereka
yang berkata, "Kau bisa memenjarakan manusia, tapi tidak dengan
pena". Betapa banyak karya monumental penggerak perubahan yang muncul dari penjara
penjara. Tafsir Fi Zhilal Al qur'annya Sayyid Quthb selesai ketika tubuh sang
penentang tirani dipasung di penjara rezim Nasser. Begitu juga Tafsir Al-Azharnya Hamka. Ibnu Taimiyah ketika
dipenjara rezim yang termakan hasutan kaum hasad, tetap mampu menuliskan ide
idenya. Pencerahan terbit dari gelapnya penjara bawah tanah.
Ah, terlalu banyak,
kawan. Pena yang digerakkan jari jari jahat, lalu menggerakkan manusia manusia
lain ke arah jahat. Pena yang menari bersama jemari baik yang menggerakkan
manusia manusia ke arah baik. Terlalu banyak.
Pena membuatmu
"membekas" di wajah bumi. Lebih dari kuasa apapun. Ketinggian budaya Mesir kuno dapat kita gali dari huruf gambar di dinding makam
para Paraoh. Mungkin era Athena telah berlalu tapi tulisan para filosofnya masih berbekas di paras mencengangkan peradaban Barat modern. Kekuasaan para khalifah Baghdad, Cordoba dan lainnya telah jatuh, tapi
kedigdayaan hasil hasil pena intelektual muslim masih dapat kita rasakan
pengaruhnya.
Dan benarlah,
Muhammad Sang Nabi tidak gila. Dibuktikan pena. Bagaimana mungkin ajaran yang
diemban seorang gila bisa mencipta budaya luar biasa yang melahirkan banyak
penulis hebat? Ketika pasukan Mongol
menaklukkan jantung Abbasiyah, Baghdad, mereka menjadikan kitab kitab hasil
olah pikir penghuni Baitul Hikmah sebagai jembatan menyebrangi Tigris (atau?)
Eufrat. Air sungai menghitam oleh tinta.
Walaupun malu-malu mereka akui,
pencerahan Eropa terbit karena cahaya tulisan tulisan intelektual muslim
seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan lainnya.,...terlalu banyak untuk disebutkan. Kembali lagi, apa mungkin kehidupan seorang gila dapat menginspirasi mereka
yang menari bersama pena pena kebaikan itu?
Lalu inilah kau membaca tulisan ini, dan inilah aku, menulis serangkai kalimat ini. Bersama kita menghidupkan budaya baca-tulis dalam pengertiannya yang paling eksplisit dan sederhana. Mungkin kita tidak akan seagung para ulama pendahulu, tapi memang bukan keagungan yang hendak kita capai dalam menghidup-hidupu budaya baca-tulis. Kita meraih buku lalu menggenggam pena, demi cinta kita pada Sang Utusan Allah. Mari bung, mari nistakan tuduhan keji pada Nabi kita dengan menulis. Mari bung, mari menulis demi cinta kita pada Nabi..
Lalu inilah kau membaca tulisan ini, dan inilah aku, menulis serangkai kalimat ini. Bersama kita menghidupkan budaya baca-tulis dalam pengertiannya yang paling eksplisit dan sederhana. Mungkin kita tidak akan seagung para ulama pendahulu, tapi memang bukan keagungan yang hendak kita capai dalam menghidup-hidupu budaya baca-tulis. Kita meraih buku lalu menggenggam pena, demi cinta kita pada Sang Utusan Allah. Mari bung, mari nistakan tuduhan keji pada Nabi kita dengan menulis. Mari bung, mari menulis demi cinta kita pada Nabi..
Mari bumikan lagi janji Allah pada utusan-Nya ini., NUN, demi
pena dan yang ditorehkannya, Tidaklah engkau, (wahai Muhammad) dengan
nikmat Tuhanmu adalah seorang yang gila.
Shadallahul azhim. Wallahu a'lam.