بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“Sesungguhnya
telah ada pada diri Rasulullah, suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut nama Allah.(QS. 33 : 21)
Kita semua tahu, bahwa Rasulullah
adalah role model terbaik seorang manusia yang Allah ciptakan di muka bumi ini,
sebagai tauladan dan cahaya untuk menuntun mata yang gelap dan dipenuhi belukar
dalam menjalani kehidupan sebagai fase kehidupan akhirat selanjutntnya.
Akan tetapi kebanyakan kita, telah
salah kaprah dalam mengambil role model ini, kita lebih suka dengan yang
terkesan modern, kita lebih segan kepada manusia-manusia yang menciptakan teori
baru dengan dasar ilmiah yang terkesan dikuatkan namun sebenarnya rapuh. Kita
terlalu latah ingin dianggap maju hingga kita (kaum muslimin) lupa bahwa kita
tetap bisa menjadikan Rasulullah sebagai “pijaran” yang tetap relevan dan tak
habis dimakan oleh zaman segala apa yang Ia bawa.
Termasuk dalam kehilangan identitas
pendidikan karakter anak, dalam hal ini parenting yang dilakukan oleh orang tua
pada anak nya, pendidikan karakter yang tak jelas pijakannya, akan menghasilkan
pemahaman yang absurd pula pada anak. Bahkan anak bisa tak memiliki identitas
yang jelas tentang dirinya sendiri. Para orang tua yang “gagal” dalam
pendidikan anak akan melahirkan satu keluarga yang broken home turun temurun,
masing-masing anak merasa kehilangan role model dalam tiap kehidupannya,
pijakan nya menjadi rapuh dalam kehidupan, bahkan akan terus mengalami
ketegangan psikologis yang berkelanjutan, kehilangan arah dan urakan. Jika ini
sudah terjadi membangkitkan bangunan keluarga yang sakinah pada akhirnya akan
sangat memberatkan dan butuh waktu menahun, karena yang harus disembuhkan dan
di rekosntruksi ulang bukan hanya pemikiran dan pemahaman, melainkan sisi
psikologis yang harus kembali sehat.
Tidak dipungkiri para orang tua kita
telah banyak melupakan atau bahkan tidak tahu, bagaimana proses pendidikan
karakter Islam itu menjadi hal yang sangat urgent, kita kalah dengan gerusan
arus globalisasi atas nama modernisme, bahkan orangtua kita memiliki banyak
alasan mengapa pendidikan dalam keluarga menjadi rapuh diantaranya adalah
karena, tiadanya pemahaman yang benar tentang pendidikan keluarga,
ketidaksiapan menjadi orang tua, olehnya hal-hal yang menjadi tanggung jawab
orang tua menjadi terabaikan dan tereduksi hanya karena kesadaran yang tidak
dirasakan oleh orang tua kita.
Dasar pemahaman yang benar tentang
parenting oleh orang tua sangat dibutuhkan, diantara salah satunya mengajarkan adab
pada anak, dengan Rasulullah sebagai role modelnya. Keterlibatan ayah dalam
proses pendidikan keluarga. Iya seorang ibu memang menjadi ummu warabtul bait,
yaitu madrasah bagi si buah hati namun jangan dilalaikan peran ayah menjadi
kepala sekolahnya.. yang mengambil keputusan dan mengarahkan kemana nahkoda
keluarga akan dilabuhkan..
Setiap orang yang akan membangun
peradaban dalam artian berkeluarga, harus memiliki visi misi yang jelas, konsep
keluarga seperti apa yang akan dibangun? Bangunan dan model keluarga seperti
apa yang diinginkan? Sehingga cita-cita sebuah keluarga itu menjadi jelas,
terarah dan tidak mudah goyah ketika dipertengahan jalan ada guncangan, karena
akan mengingat kembali komitmen sejak awal berumah tangga, tidak lain karena
sebagai jalan Ibadah memperoleh surga dan pengharapan ridho Allah sepenuhnya.
Pun akhirnya akan berimplikasi menjadi keluarga yang sehat dan harmonis,
termasuk dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya sebagai amanah.
Olehnya dalam membangun konsep
keluarga yang akan dibangun maka masing-masing orang tua harus amat memahami,
sang ayah sebagai arsitek nya, seorang Ibu adalah insyinyur sipilnya sedangkan
guru dan sekolah merupakan kontraktor, dan lingkungan sebagai tukang bangunan
nya, semua lini ini harus bekerja sama, teratur
dan terstruktur, saling memahami dimana job desk nya. Tidak boleh saling
bertukar peran, karena akan kacau dan bisa saja bangunan nya runtuh bahkan
tidak jadi sama sekali.
Wallahua’lam bishawab...