Headlines News :
Made by : MF-Abdullah @ Catatan
Home » , » KH Ahmad Dahlan Menganjurkan Dialog Lintas Iman dan Madzhab

KH Ahmad Dahlan Menganjurkan Dialog Lintas Iman dan Madzhab

Written By apaaja on Kamis, 28 Januari 2016 | 03.27.00

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ


KH. Ahmad Dahlan terkenal sebagai ulama pembaharu yang tidak gemar banyak berteori. Ilmu baginya hanya berarti ketika berbuah amal. Mungkin karena orientasi ini pula, beliau tidak meninggalkan banyak karya tulis. Ajaran-ajarannya, kebanyakan diperoleh dari catatan murid-muridnya. Salah satu murid Kiya Dahlan yang gemar mencatat adalah KRH Hadjid. Murid paling belia ini mencatat  7 falsafah ajaran dan 17 kelompok ayat Al-Qur’an yang merupakan pokok pikiran pendiri Muhammadiyah itu. Tidak hanya mencatat, Hadjid juga memberikan syarah bagi tiap poin ajaran gurunya tersebut.

 Dari catatan Hadjid terlihat jelas, betapa sang guru adalah orang yang sangat menganjurkan pikiran terbuka dan mengedepankan dialog. Baik sesama Muslim yang berbeda aliran, maupun kepada ummat agama lain. Bagi Kiyai Dahlan, seperangkat ide yang kita yakini harus berani dipertemukan dengan ide-ide berbeda milik orang lain. Sebab hanya dengan proses itulah, kita akan semakin mantap menetapinya, dan bisa menyerap kebenaran yang ada pada lawan dialog. Kiyai Dahlan bahkan menganggap keengganan untuk berdialog adalah bentuk keangkuhan. Pada falsafah kedua, disebutkah; 

Kebanyakan diantara manusia berwatak angkuh dan takabbur, mereka mengambil keputusan sendiri-sendiri” 

KRH Hadjid menjelaskan bahwa falsafah kedua ini adalah ajakan berpikiran terbuka dan berdialog. Ia menyebutkan ; 

Kiyai Ahmad Dahlan heran kenapa pemimpin agama dan yang tidak  beragama selalu hanya beranggap, mengambil keputusan sendiri tanpa mengadakan  pertemuan antara mereka, tidak mau bertukar pikiran memperbincangkan mana yang benar  dan yang salah. Hanya anggapan saja, disepakatkan dengan istrinya, dengan muridnya, dengan teman-temannya sendiri. Tentu saja akan dibenarkan. Tetapi marilah mengadakan permusyawaratan dengan golongan lain di luar golongan masing-masing untuk membicarakan manakah yang sesungguhnya benar dan manakah yang salah   
  
Dari pemaparan KRH Hadjid di atas terlihat bahwa anjuran dialog antar golongan ummat Islam, dan dialog lintas agama yang ditegaskan KH. Ahmad Dahlan bukan didasari oleh keyakinan bahwa semua klaim kebenaran itu valid. Sangat berbeda dengan dialog antar-iman yang digadang-gadang oleh kaum pluralis saat ini. Beliau menganjurkan untuk berdialog secara terbuka dengan yang lain, justru karena yakin bahwa hanya ada satu kebenaran, yaitu Islam. Dengan basis akidah yang mantap ini, Kiyai Dahlan menganjurkan murid-muridnya untuk luas bergaul dan berpikiran terbuka. Menutup diri dari dialog sebab klaim kebenaran dipandang oleh beliau sebagai bentuk ketergesahan dan kecerobohan yang lahir dari sikap takabur.

Memang, "tegas dalam prinsip, luwes dalam interaksi sosial" adalah formula yang bagus, tepat, dan ideal. Tapi tiba tiba saya teringat kalimat pak Muhammad Ali, pemikir muda Muhammadiyah yang ngajar Islamic Studies di Riverside, ketika membahas prinsip itu . Kata beliau,"life is not that simple". Ya, kadang muamalah memang mengandung unsur teologis, pernikahan misalnya. Pernikahan ikhwan salafi dengan akhwat Fatayat aja mungkin agak susah, apalagi pernikahan sunni-syiah atau Islam-Kristen. Meski ada peluang sah secara syariah bagi pernikahan semacam itu, tapi tetap saja, ia dihindari. Begitu alur pikirk pak Muh. Ali. Ia agaknya pesimis bahwa formula di atas memang memadai sebagai basis dialog.

Bagi saya sendiri, justru karna itulah dialog perlu ada untuk saling memahami. Agar masing masing tahu di titik mana kita bertemu dan dimana titik seteru. Olehnya dialog perlu memiliki dua bentuk. Untuk masalah-masalah prinsip keyakinan, maka arah dialog adalah diskusi produktif tentang klaim kalim kebenaran yang bertentangan. Gelontorkanlah argumen, berdebat hingga muncul siapakah yang benar. Namun dialog pada masalah masalah kemanusiaan yang dihadapi bersmaa perlu pula digalakan. Mencari solusi bagi penyakit kemiskinan, kebodohan, dan KKN misalnya. Dalam hal ini, umat lintas golongan dan agama perlu berdialog, mencari obat yang paling manjur.

Jika menilik ke buku KRH Hadjid tentang tujuh falsafah itu, tampaknya dua model dialog itulah yang dilakukan oleh Kiyai Dahlan dan murid-muridnya. Bukti sederhanyanya adalah keluwesan Kiyai Dahlan dalam bergaul dengan orang orang Kristen Belanda. Bahkan karena itu, Muhammadiyah sempat dicap antek kafir penjajah. Di sekolah dan klinik kesehatan yang awal awal didirikan, model Barat dipakai, orang Kristen dijadikan rekan. Namun ingat pula, bahwa di antara bacaan Kiyai Dahlan adalah kitab kitab polemik Islam Kristen yang berpengaruh hingga kini. KRH Hadjid mengamati bahwa gurunya itu gemar menelaah al Islam wa an Nashraniyah-nya Abduh bahkan Izharulhaq-nya Rahmatullah al Hindi. Kitab yang terakhir disebut ini adalah buku induk Kristologi kritis yang jadi rujukan utama Ahmad Deedat, pendebat ulung itu.
 
sumber gambar : blog keren ini
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Santri Cendekia - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template