بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dalam waktu yang hampir bersamaan dengan gonjang-ganjing Pilkada
Serentak di negeri kita, di negri Paman Sam pun tengah berlangsung rangkaian
perhelatan pemilu. Masa pemerintahan kedua Obama segera berakhir dan
berbondong-bondonglah politisi Amerika Serikat mencalonkan diri. Namun tidak
ada yang berhasil meraih perhatian media internasional melebihi calon kaum
konservatif dari partai Republik, Donald Trump. Media Indonesia pun tak luput
memberitakan. Sayangya, miliader ini terkenal bukan karena ide-ide
cemerlangnya, tapi karena ide-ide konyol dan sikap anti-imigran serta
anti-Islamnya yang menggelikan.
Salah satu ucapan Trump yang kini menjadi sorotan adalah tekadnya untuk
melarang orang-orang Muslim measuki wilayah Amerika Serikat serta rencananya
mentup pusat-pusat kegiatan kaum Muslim. Sebelumnya, sentiment Islamophob Trump
ditunjukan dengan usulnya agar tiap Muslim memakai kartu penduduk khusus,
seperti orang-orang Yahudi di bawah kekausaan bengis NAZI.
Sikap Trump ini segera menuai kontroversi. Kelompok white supremacist,
Kristen fundametnalis, dan gerombolan kanan-jauh lainnya tentu menyoraki
Trump. Tapi tokoh-tokoh Muslim di Barat serta banyak tokoh non-Muslim segera
memberikan kritikan kepadanya. Salah satu yang menarik adalah respon dari JK.
Rowling, pengarang Harry Potter. Di akun media sosialnya, Rowling menyatakan
bahwa Trump jauh lebih buruk dari Lord Valdemort, penjahat kejam dari serial
Harry Potter.
Melihat kekonyolan sifat Islamophobia Trump dan pengikutnya ini, perlu
kiranya kita mempertanyakan seberapa kenal ia dengan sejarah negerinya sendiri.
Orang-orang anti-Islam seperti Trump selalu menjanjikan kejayaan AS kepada
konstituennya sebagai dalih menghabisi hak-hak dasar orang Islam. Apa mereka
tidak membaca sejarah? Tidak kah mereka tahu bahwa orang yang pertama kali
mengakui keberadaan AS ketika negara ini masih lemah dan labil adalah seorang
Sultan bernama Muhammad?
Sultan Mohammad III |
Kita asumsikan saja bahwa Trump, dan orang-orang yang sepemikiran
dengannya, memang lupa kepada sejarahnya. Maka marilah kita menengok ke masa
lalu. Saat itu tahun 1777, Amerika Serikat sedang berperang sengit merebut
kemerdekaannya dari Inggris Raya. Negeri yang baru lahir dan masih belum punya
posisi tawar ini tentu butuh pengakuan dari komunitas global. Tapi hanya
sedikit yang bersimpati di Barat. Ternyata pengakuan itu justru datang dari
negeri kaum Muslimin di utara Afrika, Maroko.[1] Bukan
hanya pengakuana atas kedaulatannya, Sultan Mohammad III bahkan memberikan
akses kepada kapal-kapal AS untuk berlabuh di wilayahnya.[2]
Ketika itu Maroko berada di bawah kepemimpinan Sultan Muhammad III. Nama
lengkap beliau adalah Sidi Mohammad bin Abdullah. Persis nama Nabi kita yang
agung! Nabi orang Islam yang kini dinistakan Trump. Para pendahulu besar AS
seperti John Adams pun, turut bersaksi tentangnya. Dalam pidatonya di Kairo
pada tahun 2009, Obama menyebutkan;
“...I also know
that Islam has always been a part of America's story. The first nation to
recognize my country was Morocco. In signing the Treaty of Tripoli in 1796, our
second President, John Adams, wrote, "The United States has in itself no
character of enmity against the laws, religion or tranquility of Muslims."
And since our founding, American Muslims have enriched the United States. They
have fought in our wars, they have served in our governmen..”[3]
Meski tulisan ini tidak akan sempat dibaca oleh Trump, semoga tulisan
ini sampai pada hati dan pikiran orang-orang lain. Pertama kepada saudaraku
Muslim di Indonesia, orang-orang non-Islam justru terpesona jika kita tunjukan letak
kasih sayang Islam. Terlepas dari pertimbangan politis Sidi Muhammad III ketika
itu, tentu sebagai Sultan jika saja membela sebuah negara “kafir” adalah hal
yang haram sepenuhnya, tidak mungkin beliau mau melakukannya. Ingat pulalah
sejarah bahwa Islam sampai ke Andalusia sebab rakyat semenanjung Iberia meminta
bantuan pasukan Muslim untuk membebaskan mereka dari penindasan Roderick yang
zhalim. Merekalah para pendahulu yang patut
kita contoh, bukan jendral-jendral laknat yang memerintahkan pembunuhan rakyat
sipil tak berdosa.
Kedua, kepada mereka yang entah mengapa sangat benci kepada umat Islam. Ada
berlimpah bukti kebencian seperti ini di internet. Mungkin memang ada laku
buruk dari orang Islam, untuk itu saya memohon maaf. Namun janganlah menilai buruk agama ini serta seluruh pemeluknya sebab laku segelintir orang. Sebab tidak mungkin pula seluruh orang Kristen dianggap buruk hanya karena tindakan Trump atau Hitler, atau umat Budha dipersalahkan atas kekejaman Wirathu, dan seterusnya. Maka percayalah bahwa agama ini hadir sebagai rahmat
bagi semesta. Kisah pengakuan Sidi Muhammad III atas Amerika ini hanya salah
satunya. Namun jika benci itu sudah membutakan hati, lalu kalian lebih memilih
sikap konyol ala Trump, bukan sikap waras JK Rowling, maka biarlah. Kami,
seperti perintah junjungan kami, akan terus menebar damai.
[1] Spencer C. Tucker, ed. The Encyclopedia of the Wars
of the Early American Republic, 1783-1812: A Political, Social, and Military
History. (ABC-CLIO, 2014) hlm. 613.
[2] Daniel Högger. The Recognition of States. Vol. 11. (LIT Verlag
Münster, 2015) hlm 131
oran gIslam sih emang ada yang jelek, tapi islam tetap bagus
BalasHapus