Bismillah.
Kemarin malam, (13/1/2015) kami mendapatkan pengarahan dari salah kiyai pimpinan Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, KH. Abdullah Hasan Sahal. Beliau masih keturnan langsung dari Kiyai Sahal, salah satu pendiri pesantren Gontor yang terkenal itu. Beliau memberikan nasihat tentang hakikat dan peran ulama serta pesantren dalam kehidupan umat Islam. Semoga pesan-pesan beliua mampu kita amalkan. pesan tersebut saya buat dalam dua seri karena terlalu panjang. hehe Selamat menyimak :)
Kriteria dan Peran Ulama
Penggunaan kata ulama untuk menyebut orang-orang yang
berkompeten khusus untuk pengetahuan agama unik di Indonesia. Di luar biasanya
memakai istilah syaikh. Kriteria ulama
yang pertama adalah akrab dengan al-Qur’an. Ia setidaknya mengkhatamkan 30 juz
dengan betul-betul tahu apa isinya. Tahu
arti dan makna setiap kata di dalam al-Qur’an. Tidak ada satu titik yang
terlewat tanpa ia tahu penjelasannya dengan gamblang. Persyaratan ini, hanya
syarat paling minimal.
Persyaratan penguasaan al-Qur’an memang masih minimal, tapi
sangat fundamental sebab dari situlah ia bisa tahu pandangan wahyu terhadap
segala sesuatu. Apabila ia tidak menguasainya, maka ia akan bergantung pada
akalnya dalam menganalisa dan bersikap terhadap persoalan-persoalan kehidupan. Padahal
sumber petunjuk adalah wahyu, bukan semata-mata akal. Tanpa bimbingan wahyu,
akal riskan tersesat.
Dalam berinteraksi dengan al-Qur’an, seorang ulama harus
disertai dengan hidayah. Sebab para orientalis misalnya, tahu al-Qur’an tapi
mereka mengkajinya tanpa hidayah. Hidayah membuahkan iman yang mutlak atas
kebenaran ajaran Islam. pintar atau bodoh iman harus mutlak. Sebab dari imanlah
lahir sikap khasyyah sebagai sikap khas ulama seperti disebutkan al-Qur’an.
Di dalam al-Qur’an kata ulama hanya disebut dua kali ; pertama ulama yang
khasyyah (takut) kepada Allah, kedua ulama bani Israil yang
ingkar. Maka bila tidak bisa menjadi yang pertama, ia akan jatuh mengikuti
sifat yang kedua.
Para ulama tidak boleh berdiskusi lagi dalam persoalan-persoalan
qat’i dalam akidah. Saya (KH. Hasan Abdullah Sahal) punya semboyan ; sesuatu
yang sudah diyakini jangan didiskusikan. Hal-hal tersebut harus dipertahankan
diyakini hingga mati. Kebenaran mutlak dalam akidah tidak bisa diberikan pintu,
jendela, ventilasi untuk keraguan dan diskusi. Tidak ada kebenaran yang
setengah-setengah atau seperempat. Kebenaran harus mutlak bulat.
Hakikat dan Peran Pondok Pesantren
Di luar itu masih banyak sekali syarat yang harus ia capai. Tempat
untuk mempelajari syarat-syarat itu satu-satunya di pesantren. Nilai keyakinan
yang kokoh juga hanya bisa diperoleh di pesantren. Pesantren harus menjadi
lembaga unik yang kokoh menjadi benteng kultural yang didesain oleh kiyai. Dalam
membina pesantren, kiyai tidak boleh kompromi dengan siapapun dalam hal
pengaturan pesantren. Dari pak lurah sampai UNESCO! Dari PKS hingga Jokowi. Intervensi
terhadap pesantren adalah kezaliman. Dengan kebijakan demikianlah pesantren
bisa survive sebagai lembaga pendidikan umat beradab-abad. Gontor termasuk yang
bisa survive dengan cara demikian.
Pesantren menjadi benteng ummat terutama pasca runtuhnya
khilafah Islamiyah. Penjajah dimana-mana mencoba meruntuhkan pesantren. Di Sanggit
(syinqith di Afrika asal ulama-ulama yang bergelar asy-syinqithi)
pesantren-pesatren tradisional berkurang oleh permainan penajajah. Karena pesantren
terbukti menjadi lembaga-lembaga yang paling anti penjajahan. Pada saat-saat
itulah pondok Gontor berdiri dengan visi mendidik, membentengi ummat dari
pengaruh penjajah dan penjajahan. Pesantren sangat anti penjajahan sebab spirit
Islam adalah pembabasan dari ketundukan kepada hamba. Pesantren menegaskan
bahwa ketundukan hanya kepada Allah.
Pesantren berdiri sebab adanya rasa keterpanggilan dari
individu-individu untuk mendidik dan membela ummat. Pondok tercipta karena
shibghah ; jati diri, bina diri, tahan diri, lalu lahir harga diri. Pesan Kiyai tentang ini, “Maka kamu, harus
memiliki jiwa yang bangun! Renungkanlah surah al-mudarsir dan al-muzammil. Kenikmatan
dunia adalah selimut yang harus kamu singkirkan! Qum fa andzir! Perintah
ini turun pada setiap orang Islam. Bila kau baca al-Qur’an, belajar syariah
maka sadarlah penuh bahwa itu untukmu! Syukur-syukur bisa kau ajarkan”
Jalannya pesantren karena niat individu-individu itu. Mereka menjaga semua niat agar hanya untuk
Allah. Mereka bahkan tidak pernah berniat berbuat baik agar diteladani. Teladan
akan lahir seniri, niat hanya untuk Allah. Mereka melihat diri sebagai dokter yang
mengobati dunia yang sakit. Maka dokter tidak boleh sakit, tidak boleh marah,
tidak boleh sekedar kasihan. Dokter juga tidak sekedar menganalisa penyakit
berlama-lama. Dokter harus segera mengobati penyakit pasiennya secepatnya. Bertanggung
jawab hingga pasiennya sehat. Figur-figur yang berazam mengabdi untuk pesantren
tertnggung jawab merawat ummat hingga sembuh.