بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
buku ini perlu kita baca. |
Meski mengaku memperjuangkan perempuan, tapi feminisme, putri nakal
peradaban Barat itu, sesungguhnya sangat maskulin. Kalo katanya si mbah
putri Sachiko Murata, feminisme bahkan mengandung semangat dan
kualitas-kualitas terburuk dari maskulinitas ; negatif, kuno dan selalu
ingin mendominasi. Kok iso?
Begini pakdhe, cara kaum
feminis melihat dunia sama persis dengan semangat orientalis yang
ditelanjangi mbah E. Said, mereka merasa superior dan merasa
berkewajiban menyelamatkan perempuan-perempuan bodoh dan tertindas di
muka bumi ini. Padahal tidak semua perempuan di peradaban lainnya
memiliki pengalaman traumatik seperti peradaban barat sehingga solusi
barat yang ditawarkan pun tidak akan cocok untuk mereka. Namun mereka
ngotot bahwa semua perempuan menderita seperti kami dan harus kami
bebaskan. Ini sebenarnya adalah lanjutan semangat proseletisme para
missionaris, mereka merasa bertanggung jawab menyebarkan ajaran agama
mereka yang selamat kepada orang-orang timur yang kafir dan sesat.
Ketika mereka berpaling dari agama, semangat ini masih saja ada. Bedanya
jika dulu mereka menyebarkan agama, kini mereka menyebarkan sekulerisme
dengan segala anak cucunya sebab mereka yakin bahwa semua orang buruh
sekulerisme sama seperti mereka. Semua orang butuh feminisme seperti
mereka. Tidak peduli bahwa feminisme lahir dari trauma mereka sendri.
Ini
sama dengan seorang buta yang tiba-tiba sembuh gara-gara kepalanya
kejedot tiang listrik. Nah ia merasa harus menyelamatkan dunia, ia
merasa semua orang buta dan kepalanya harus dijedotkan ke tiang listrik.
Maka ia pun memaksa semua orang untuk menjedotkan kepala ke tiang
listrik. Padahal orang-orang itu tidak buta. Tapi ia tidak mau tahu,
pokoknya semua orang buta dan kepalanya harus dijedotkan ke tiang
listrik. Jika perlu dipaksa.
Di level individu pun sama,
lihat si Manji, gara-gara trauma masa kecil ia jadi lesbong garis keras
dan benci setengah mati sama otoritas keagamaan dalam Islam, tapi
pura-pura cinta sama Islam. Ia pun "berijtihad" mempromosikan
kelesbongan kemana-mana, sebab menurut dia itu baik dan sesuai Islam.
Tidak peduli bahwa tidak semua orang mengalami masa kecil suram macam
dia. Atau si Mernissi yang konon lahir dan tumbuh di kalangan harem, ia
jadi tidak suka sama ajaran hijab, ia lalu menyuruh semua orang
menanggalkannya. Tidak peduli bahwa itu asalnya adalah trauma dia
sendiri.
Semangat semacam itulah yang disebut Sachiko
Murata tadi sebagai bentuk paling buruk dari maskulinisme ; negatif,
kuno, dan suka mendominasi. Semangat itulah yang membawa feminisme
kemana-mana. Kata Sachiko, orang-orang Islam yang mau-maunya menerima
ajakan sinting feminisme tentulah mereka yang sudah terputus dari akar
tradisi intelektualnya. Hanya domba menyendiri lah yang akan dimangsa
serigala. Apalagi dombanya adalah domba jomblo yang snewen mau kawin.
Para
feminis Barat, atau pengekor mereka di dunia Islam seperti Manji tadi
sangant beda dengan Murata. Ia tumbuh di lingkungan baik baik di Jepang,
lalu ke Iran belajar sufisme. Ia bisa menemukan kesesuaian antara
ajaran Tao dan Islam dalam hal keharmonisan hidup. Ia juga memahami
Islam dengan memakai pengalamannya, pengalaman indah dalam dekapan
kebijaksanaan Timur Jauh. Maka ia menolak keras feminisme ala Barat. Ia
tahu ada yang salah dengan beberapa tempat di dunia Islam dan cara
mereka memperlakukan perempuan. Tapi alih-alih menyuruh mereka mengikuti
Barat, Murata malah menyuruh mereka kembali ke khazanah sendiri.
Edisi terbitan Mizsan buku ini diberikan kata pengantar oleh Annamarie Schimmel, seorang sarjana barat yang pakar dalam bidang sufisme Selain itu, ada pula pembuka dari Ratna Megawangi, penulis buku "Membiarkan Berbeda". Buku tersebut membongkar ilusi keadilan yang ditawarkan feminisme Barat dan menawarkan model keadilan yang lebih pas bagi Indonesia.
Ketika
membaca bukunya The Tao of Islam, saya seperti sedang duduk di ruang
tamu sebuah rumah mewah. Di rumah itu sedang ada arisan
muslimah-muslimah, trus Sachiko mulai bicara kepada mereka yang
hadir. "Eh, jeng, tahu nggak si, kritik feminisme atas Islam itu
berangkat dari pra-konsepsi berdasar pandangan-dunia yang berbeda jauh
dari Islam. Juga asalnya dari trauma sejarah yang beda dari kita-kita
sister. Makanya, sister... tidak usah lah ikut-ikut barat, lihat nih
khazanah Islam lebih dari cukup untuk membenahi relasi gender yang
mungkin timpang. Dan tahu nggak si looo.. itu mirip-mirip dengan
kebijasanaan Tao di negri saya.. dan eh, saya juga udah masuk Islam
hehe.."
Dari dalam dapur saya mendengar Annamarie Schimmel
yang sedang menyiapkan nasi pecel untuk dimakan beramai-ramai
berteriak, "Iya benar tuh.. bahkan orang-orang barat pun perlu membaca
bukunya si Murata, biar kalian tidak terjebak sama pra-konsepsi salah
kalian cyinnn"
Ternyata di dapur bukan hanya ada
Schimmel, Ratna Megawangi juga ada, dia cuma bilang "Ya gitu deh... ini
buku perlu kalian baca, apalagi sekarang isu-isu gender-gender sedang
ngetren cyiinnn"
Saya pun ikutan berteriak "Yoiiii booo... eikeee ajaa bacaaaa jengggg"