بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Fathul Bari adalah contoh kitab syarah hadis terkenal. |
Pengertian Syarah
Hadis adalah sumber kedua ajaran Islam setelah al-Qur’an, olehnya,
sangat penting bagi setiap muslim untuk bisa memahaminya. Tentu saja, pemahaman
atas hadis haruslah benar dan tepat. Oleh karena itu diperlukan metode-metode
tertentu yang ilmiyah untuk keperluan tersebut. Para ulama telah mengembangkan
metode memahami hadis sejak dahlu hingga kini. Aplikasi metode tersebut bisa dilihat di dalam kitab-kitab syarah hadis.
Syarh berakar dari kata syaraha-yasyrahu-syarhan
yang berarti menerangkan, membukakan, melapangkan.[1] Istilah syarh
(pemahaman) pada umumnya digunakan untuk hadis, layaknya kata tafsir yang
digunakan pada Al-Quran. Istilah syarah ini meliputi tentang maksud,
arti, kandungan, atau pesan yang terdapat pada suatu hadis dan disiplin
ilmunya. Dari dua
pengertian di atas, dapat diartikan bahwa metode pemahaman hadis adalah suatu
cara yang digunakan untuk menjelaskan maksud, pesan, kandungan dan hal lainnya
yang terdapat pada suatu hadis.
Berbagai Metode Pemahaman Hadis Dalam Kitab-Kitab Syarah Hadis
Metode Tahlili
Metode tahlili adalah suatu metode
pemahaman hadis yang menjelaskan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW dengan
memaparkannya dari segala aspek yang terkandung dalam hadis tersebut, serta
memaparkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan kecenderungan
dan keahlian pensyarah.[2]
Dalam menyajikan penjelasannya,
biasanya seorang pensyarah hadis akan mengikuti sistematika hadis sesuai dengan
urutan hadis yang terdapat di dalam sebuah kitab hadis, yang lebih dikenal
sebagai al-kutub al-sittah. Seorang pensyarah akan memulai menjelaskannya
kalimat demi kalimat, hadis demi hadis secara berurutan. Uraian yang ditulis
oleh pensyarah tersebut menyangkut berbagai aspek yang terkandung di dalam
hadis, seperti kosa kata, konotasi kalimat, latar belakang turunya hadis,
kaitannya dengan hadis lainnya, dan pendapat-pendapat yang beredar mengenai pemahaman
hadis tersebut, baik itu yang berasal dari para sahabat maupun para tabi’in,
maupun ulama hadis.[3]
Ciri-Ciri Metode Tahlili
Biasanya kitab-kitab syarah
yang menggunakan metode tahlili berbentuk ma’sur (riwayat) dan ra’y
(pemikiran rasional). Syarah yang
berbentuk ma’sur ditandai dengan banyaknya riwayat-riwayat yang datang
dari para sahabat, tabi’in atau ulama hadis. Sementara syarah
yang berbentuk ra’y banyak didominasi oleh pemikiran rasional dari
pensyarahnya. Ciri-ciri kitab syarah yang menggunakan metode tahlili
adalah:[4]
1)
Pensyarahan
yang dilakukan menggunakan pola menjelaskan makna yang terkadung di dalam suatu
hadis secara komprehensif dan menyeluruh.
2)
Dalam
pensyarahan, hadis dijelaskan menggunakan kata demi kata, kalimat demi kalimat
secara berurutan serta tidak terlewatkan juga menerangkan sabab al-wurud
dari hadis-hadis yang dipahami, jika hadis tersebut memliliki sabab al-wurud.
3)
Diuraikan pula
pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan oleh para sahabat, tabi’in,
dan para ulama hadis maupun para ahli syarah hadis lainnya dari berbagai
disiplin ilmu.
4)
Dijelaskan
pula mengenai munasabah (hubungan) antara hadis yang satu dengan hadis
yang lainnya.
5)
Selain itu,
kadan pula syarah dengan metode ini diwarnai dengan kecenderungan
pensyarah terhadap salah satu mazhab.
Kelebihan Dan Kekurangan Metode Tahlili
Dalam menggunakan metode tahlili
dalam pensyarahan, tentunya memiliki kelebihan maupun kekurangannya. Untuk
kelebihan dari metode tahlili ini adalah:[5] Meliki ruang lingkup pembahasan yang luas. Metode
tahlili dapat mencakup berbagai asepek, mulai dari kata, frasa, kalimat,
sabab al wurud, munasabah dan lain sebagainya. Selain itu, metode ini juga memuat berbagai ide dan gagasan sebab adanya kesempatan yang luas pada pensyarah untuk
menuangkan ide-ide dan gagasan-gagasan yang pernah dikemukakan oleh para ulama.
Untuk kekurangan dalam metode tahlili
ini di antaranya petunjuk hadis menjadi parsial atau
terpecah-pecah, sehingga seolah-olah hadis memberikan pedoman secara tidak utuh
dan tidak konsisiten. Metode ini juga
dianggap melahirkan syarah yang subyektif. Hal tersebut memungkinkan ada di antara mereka
yang mensyarah hadis sesuai dengan kemauan peribadi tanpa mengindahkan
kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku.[6]
Metode Ijmali
Metode ijmali adalah metode
yang digunakan untuk menjelaskan atau menerangkan hadis-hadis sesuai dengan
urutan dalam kitab hadis yang ada di dalam kutub al-sittah secara
ringkas. Walaupun demikian, dalam metode tersebut tetap mampu merepresentasikan
makna literal hadis, dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami.[7] Dari segi sistematika metode ijmali ini dengan metode tahlili memiliki
persamaan. Selain itu, gaya bahasa yang digunakan pada metode ijmali
juga tidak berbeda jauh dengan gaya bahasa yang digunakan pada metode ijmali.
Ciri-Ciri Metode Ijmali
Adapun ciri-ciri yang digunakan
pada kitab syarah yang menggunakan metode ijmali adalah :[8]
1) Pensyarah langsung melakukan penejelasan dari
awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul dan
2)
Penjelasannya
umum dan sangat ringkas Pensyarah
tidak memiliki ruang untuk mengemukakan pendapat sebanyak-banyaknya. Namun
demikian, penjelasan terhadap hadis-hadis tertentu juga diberikan agak luas,
walaupun tidak seluas dalam metode tahlili.
Kekurangan dan
Kelebihan Metode Ijmali
Kelebihan metode ijmali yang utama adalah sifatnya yang ringkas dan
padat. Syarah yang
menggunakan metode ini terasa lebih praktis dan singkat, sehingga dapat
dipahami oleh pembaca lebih cepat. Pola syarah dengan metode ini berguna
bagi orang yang ingin memahami hadis dengan waktu relatif singkat, karena tidak
bertele-tele seperti yang terdapat pada metode tahlili.[9]
Syarah dengan metode ijmali
ini sangat mudah dipahami, karena dalam metode ini menggunakan bahasa yang
mudah, singkat, dan padat. Dengan demikian, pemahaman terhadap kosa kata yang
terdapat dalam hadis lebih mudah didapatkan, karena pensyarah langsung
menjelaskan kata atau maksud hadis tanpa mengemukakan ide-ide ataupendapatnya.[10]
Namun demikian, tentu ada pula kekurangannya. Metode ini dianggap menjadikan
petunjuk hadis bersifat parsial. Metode ini
tidak mendukung pemahaman hadis secara utuh, sehingga dapat menjadikan petunjuk
hadis bersifat parsial. Hal ini dikarenakan suatu hadis tidak saling terkait
satu dengan yang lainnya, sehingga hadis bersifat umum atau samar dan tidak
dapat diperjelas dengan hadis yang sifatnya lebih rinci.[11]
Sifatnya yang ringkas menjadikan tidak terdapat ruang untuk
mengemukakan analisis yang memadai. Metode ini
tidak menyediakan ruang untuk memuaskan berkenaan dengan wacana pluralitas
pemahaman suatu hadis. Oleh sebab itu, metode ini tidak dapat diandalkan untuk
menganalisis pemahaman secara detail dan rinci.
Metode Muqarin
Metode muqarin
adalah metode mamahami hadis dengan cara : 1. Membandingkan hadis yang memiliki
redaksi yang sama atau mirip dalam kasus yang sama atau memiliki redaksi yang
berbeda dalam kasus yang sama; 2. Membandingkan berbagai pendapat ulama syarah
dalam mensyarah hadis. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa memahami
hadis dengan menggunakan metode ini mempunya cakupan yang cukup luas, tidak
hanya membandingkan hadis dengan hadis lain, melainkan juga membandingkan
pendapat ulama (pensyarah) dalam mensyarah suatu hadis.[12]
Ciri-Ciri Metode Muqarin
Adapun
ciri-ciri kitab syarah yang menggunakan metode muqarin ini
diantaranya:[13]
1.
Membandingkan
analitis redaksional (mabahis lafziyyah) dan perbandingan
periwayat-periwayat, kandungan makna dari masing-masing hadis yang
diperbandingkan.
2.
Mamebahas
perbandingan berbagai hal yang dibicarakan oleh hadis tersebut.
3.
Perbandingan
para pensyarah mencakup ruang lingkup yang sangat luas, karena uraiannya
membicarakan berbagai aspek, baik menyangkut kandungan (makna) hadis maupun
korelasi (munasabah) antara hadis dengan hadis.
Urutan dalam Menggunakan Metode Muqarin
Metode ini
diawali dengan menjelaskan pemakaian mufradat (suku kata), urutan kata,
kemiripan redaksi. Jika yang akan diperbandingkan adalah kemiripan redaksi,
maka langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1.
Mengidentifikasi
dan mengimpun hadis yang redaksinya bermiripan.
2.
Memperbandingkan
antara hadis yang redaksinya mirip tersebut, yang membicarakan satu kasus yang
sama atau dua kasus yang berbeda dalam satu redaksi yang sama.
3.
Menganalisa
perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi yang mirip, baik perbedaan
itu mengenai konotasi hadis maupun redaksinya, seperti berbeda dalam
menggunakan kata dan susunannya dalam hadis, dan sebagainya.
4.
Memperbandingkan
antara berbagai pendapat para pensyarah tentang hadis yang dijadikan obyek
pembahasan.
Kelebihan Dan Kekurangan Metode Muqarin
Sebagai metode perbandingan, kelebihan metode muqarin yang utama adalah Memberikan wawasan pemahaman yang
lebih luas jika dibandingkan dengan metode yang lain [14]. Ia juga m embuka pintu untuk selalu bersikap toleran
terhadap pendapat orang lain yang terkadang berbeda jauh. Pemahaman dengan metode ini sangat berguna
untuk mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapattentang sebuah hadis.
Tentu metode ini tidak luput dari kekurangan. Metode muqarin kurang relevan bagi pembaca pemula,
karena pembahasan yang dikemukakan terlalu luas sehingga sulit untuk menentukan
pilihan. Sifatnya yang focus pada komparasi pemahaman membuat metode ini
tidak dapat diandalkan untuk menjawab permasalahn sosial yang berkembang di
tengah masyarakat karena
pensyarah lebih mengedepankan perbandingan dari pada pemecahan masalah. Lebih lanjut, metode ini terkesan lebih banyak menelusuri
pemahaman yang diberikan daripada mengemukakan pendapat yang baru. [15]
[1] Khamdan, dkk,
Studi Hadis Teori dan Metodologi (Kritik Terhadap Hadis-Hadis Pendidikan),
(Yogyakarta: Idea Press, 2012), hal. 73
[2] Khamdan, dkk,
Studi Hadis Teori dan Metodologi ..., hal. 73
[3] Nizar Ali, Memahami
Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan), (Yogyakarta: CESaD YPI Al-Rahman,
2001), hal. 29
[4] Khamdan, dkk,
Studi Hadis Teori dan Metodologi ..., hal. 74
[5] Khamdan, dkk,
Studi Hadis Teori dan Metodologi ..., hal. 93
[6] Nizar Ali, Memahami
Hadis Nabi (Metode ..., hal 39
[7] Nizar Ali, Memahami
Hadis Nabi (Metode ..., hal. 42
[8] Khamdan, dkk,
Studi Hadis Teori dan Metodologi ..., hal. 94
[9] Nizar Ali, Memahami
Hadis Nabi (Metode ..., hal. 44-45
[10] Nizar Ali, Memahami
Hadis Nabi (Metode ..., hal. 45
[11] Khamda
dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi ...,
hal. 96
[12] Nizar Ali, Memahami
Hadis Nabi (Metode ..., hal. 46
[13] Nizar Ali, Memahami
Hadis Nabi (Metode ..., hal. 47-48
[14] Khamdan, dkk,
Studi Hadis Teori dan Metodologi ..., hal. 98-99
[15] Khamdan, dkk,
Studi Hadis Teori dan Metodologi ..., hal. 99