بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Haji
adalah salah satu tiang syiar agama Islam, sehingga Rasulullah saw
memberikan ancaman pada siapun yang telah mampu namun enggan mengelurkan
hartanya untuk berhaji. Barang siapa yang telah mampu secara
materi berupa bekal dan biaya keberangaktan tapi tidak mau berhaji maka
hendaklah ia memilih apakah ia mati sebagai nasrani atau yahudi.
Begitulah bunyi ancaman Rasulullah dalam berbagai hadisnya.
Di sisi lain
Allah ta’ala memlalui lisan Rasul-Nya memberikan janji pahala yang sangat besar kepada seseorang yang mampu melaksanakan haji mabrur.
Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah RA dalam kitab Shahihnya, Rasulullah bersabda ;
عن
أبي هريرةَ رضيَ اللّهُ عنه أن رسولَ اللّهِ صلى الله عليه وسلم قال
«العمرةُ إلى العمرةِ كَفَّارةٌ لما بينهما، والحجُّ المبرورُ ليس له
جَزاءٌ إلاّ الجنة».
Tidak salah jika
kemudian seluruh pembaca yang mampu berbondong-bondong ke tanah suci
untuk berhaji berharap menjadi haji mabrur.
Lalu bagaimana dengan kita yang belum diberikan anugrah
kemampuan berupa biaya dan kesehatan untuk berhaji?. Tentu saja kita
harus senantiasa berusaha agar menjadi hambanya yang pantas menjadi tamu
Allah kelak. Selain persiapan materi kita juga harus mempersiapkan diri
menjadi seorang yang mabrur. Makna kata mabrur dapat kita laksanakan
dalam kehidupan sehari-hari kita.
Akar kata dari kata mabrur
adalah al-birr. Makna kata al-birru inilah yang kita coba renungi dan
amalkan dalam kehidupan. Dr. Yusuf al-Qaradhawi dalam kitab al-halal wa al haram fil Islam menjelaskan
bahwa makna kata al-birr mengandung segala makna kebaikan. sedangkan
menurut Syaikh as-Sa’di makan al-birr juga mengandung makna at-Taqwa,
yaitu makna yang menunjukan pelaksanaan perintah-perintah Allah dan
mejauhi larangan-Nya. Termasuk di dalamnya berbuat baik kepada diri
sendiri dan orang lain. Imam al-Baghawi menyatakan bahwa al-Birr adalah
segala amal kebaikan yang membawa pelakunya ke surga.
Di dalam
Al-Qur’an, kata al-Birr digunakan untuk mengungkapkan kebaikan yang
bersifat luas, universal. Pada kesempatan kali ini khatib akan
menyampaikan beberapa di antaranya ;
Akidah yang benar dan ketakwaan kepada Allah.
Di surah al-Baqarah ayat 177, Allah berfirman ;
لَيْسَ
الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى
حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ
السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى
الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ
فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ
صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (177)
Dalam ayat
ini, Allah memberikan kita petunjuk bahwa kebaikan atau al-brru yang
sesungguhnya bukanlah bersifat ritual belaka. Tetapi kebaikan yang
sesungguhnya adalah keimanan yang penuh kepada Allah, juga kepada
Malaikat, Hari Akhir, para Rasul serta kitab-kitab mereka.
Jadi
jika hendak melaksanakan kebaikan yang sesungguhnya, keimanan yang
benarlah landasannya. Seseorang yang melaksanakan kebaikan tapi tidak
disertai keimanan maka amalannya sia-sia. Di akhirat kelak ia tidak akan
mendapatkan balasan apapun. Allah menggambarkannya dalam firman-Nya di
surah al-Baqarah ayat 264;
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ
وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ
تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى
شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Jadi
makna al-Birr yang pertama dan utama adalah keimanan yang kokoh, serta
ketakwaan, hal ini sejalan dengan firman Allah ta’ala juga di surah
al-Baqarah pada ayat 189 yang berbunyi ;
وَلَيْسَ
الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ
مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Kepedulian dan kebaikan kepada sesama manusia.
Hal
ini dapat kita lihat pada ayat 177 surah al-Baqarah yang kami sampaikan
tadi. Di ayat itu juga dijelaskan bahwa setelah keimanan yang kokoh,
dan kesabaran akan ketentuan Allah, kita juga diperintahkan untuk
berbuat baik pada sesama manusia. Yaitu menginfakan harta yang kita
sukai kepada orang-orang yang membutuhkan seperti anak-anak yatim, fakir
miskin, ibnu sabil serta kerabat kita yang butuh uluran tangan.
Jika
hendak memperoleh derajat al-burru yang sesungguhnya dalam masalah
kebaikan dengan sesama ini, Allah menegasakan bahwa kita tidak boleh
terlalu mencintai harta. Di surah Ali Imran ayat 92, Allah awt
menegaskan bahwa ;
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ (92(Ali Imran
Pembaca
yang dicintai Allah, kebaikan yang dimaksud disini bukan hanya kepada
saudara kita sesama orang Islam tapi kepada seluruh manusia. Allah ta’ala berfirman ;
وَلَا
تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لِأَيْمَانِكُمْ أَنْ تَبَرُّوا وَتَتَّقُوا
وَتُصْلِحُوا بَيْنَ النَّاسِ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (224al-Baqarah )
Diriwayatkan
dari Ibnu Juraij, bahwa Abu Bakar RA pernah bersumpah untuk tidak akan
memberikan hartanya kepada siapa saja yang terlibat dalam fitnah yang
menimpa Aisyah RA. Akan tetapi Allah tidak meridhoi hal itu dan turunlah
ayat ini sebagai teguran dan petunjuk dari Allah.
Bahkan Allah
tidak melarang kita untuk berbuat baik atau al-Birr kepada orang-orang
yang tidak beragama Islam. Selama mereka tidak menampakan permusuhan
kepada kita melalui peperangan, atau pengusiran. Juga kepada non-Muslim
yang tidak mendukung tindakan teman mereka yang memerangi ummat Islam.
Allah swt berfirman dalam surah al-Mumtahanah ayat 8-9 ;
لَا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ
وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا
إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ
وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ
تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)
Berbakti kepada orang tua.
Jamaah yang dirahmati Allah, terakhir pemakaian al-Birr yang perlu kita renungkan dan amalkan adalah berbakti kepada orang tua. Rasulullah ketika ditanya tentang amalan yang paling utama, salah satu jawaban beliau adalah ثم بر الوالدين.
Berbakti
kepada kedua orang tua kita lakukan ketika keduanya masih hidup ataupun
telah meninggal. Caranya adalah senantiasa mendoakannya degnan doa-doa
yang diajarkan oleh agama kita. Bukan dengna perbuatan berupa
selamatan-seamatan yang tidak ada dasarnya dalam agama yang kita anut
ini.
Itulah tadi semua ha tentang makna al-Birr yang dapat kami
sampaikan pada kesempatan kali ini. Semoga kita dapat merenungkannya dan
mengamalkannya dalam kehidupan kita. Sehingga walaupun belum jadi haju
mabrur, tapi semangat al-birru telah ada pada kita.