Wajah Buram Islam Rahmatan Lil ‘Alamin
Jika muncul pertanyaan, di mana fungsi rahmatan lil alamin dari
ajaran Islam, melihat di negeri Mayoritas Muslim ini masih jauh dari sebutan
negara yang dirahmati?, maka mungkin kita perlu mempertanyakan, sejauh mana
sebenarnya efektifitas dakwah yang telah dilakukan untuk menunjukkan betapa
rahmatnya Islam tersebut?
Muhammad al-Ghazali jauh hari pernah memberikan gambaran tentang
lemahnya pergerakan dakwah Islam. ia mengatakan:
dalam dunia yang
mencari-mencari kebenaran, kita justru menggambarkan Islam sebagai agama tiran.
Dalam dunia yang menghormati proses mencoba dan mengkaji serta mengikuti
bukti-bukti yang diperoleh, kita justru menggambarkan Islam sebagai barang gaib
yang berasal dari alam jin, yang menakutkan dan terpisah dari alam kenyataan. Dalam
dunia tempat orang-orang yang berjauhan berusaha saling mendekat demi mencapai
tujuan bersama, dan untuk itu mereka bersedia melupakan persoalan-persoalan
yang tidak begitu penting, pada waktu itu kita justru menyaksikan sebagian
kalangan ahli dakwah menyebarkan pikiran-pikiran manusia yang pernah memecah
belah kaum muslimin sejak seribu tahun lalu. (“Islam yang diterlantarkan”
dalam Muqaddimahnya)
Kenyataannya, gambaran yang disampaikan di atas tidak jauh berbeda dari apa
yang terjadi di Indonesia. Bukti kongkrit yang bisa disebutkan adalah nilai
Islam ternyata tidak menjadi pandangan mayoritas muslim di negeri ini. Dengan
berbagai macam isu yang bertebaran di masyarakat terkait fenomena Islam di
berbagai negara, diikuti dengan pola hidup ala barat yang dianggap mewakili
peradaban modern sekarang, masyarakat mulai meninggalkan kehidupan islami dan
berkiblat pada gaya hidup barat yang banyak di antaranya bertentangan dengan
adat ketimuran kita. Sementara itu, sebagian aktifitas dakwah kita masih saja
berkutat pada permasalahan furu’iyyah yang justru membuat kekuatan muslim
terpecah, atau juga dakwah hanya direpresentasikan sebagai hiburan yang lebih
sarat dengan lelucon dari pada menumbuhkan semangat menghidupkan nilai Islam
dalam tiap lini berkehidupan.
Kesalahan pendakwah menurut Muhammad al-Ghazali
Adanya kenyataan ini, tentu membuat kita perlu cepat-cepat berbenah
diri dan menemukan sebab yang membuat efektifitas dakwah berkurang. Menurut
al-Ghazali, setidaknya ada tiga poin pokok yang sering dilupakan oleh para
pendakwah yang menyebabkan Islam jauh dari wajah sebenarnya
Pertama, melupakan niat dakwah sehingga orientasi melenceng. Besarnya
keuntungan dunia yang bisa didapatkan di zaman sekarang dengan jalan berdakwah,
membuat tidak sedikit dari pendakwah Islam mengubah orientasi agung dakwah
menjadi ajang untuk mencari keuntungan materi. Hal itu mungkin bisa terlihat
jelas ketika kita melihat beberapa tampilan penceramah di layar televisi, di
mana dakwah mereka justru sarat dengan lelucon. Hingga adanya lembaga yang
bergerak di bidang politik maupun dalam bentuk LSM dengan label Islam, namun
hanya dijadikan perangkat mencari keuntungan dan kekuasaan.
Orientasi seperti ini tentunya membuat dakwah bisa sangat tidak
efektif bahkan bisa menjadi benalu dalam tubuh Islam sendiri. dalam surat
al-Baqarah ayat 79, Allah telah memperingatkan kepada pihak yang diberikan
amanah menyebarkan ajaran agama agar tidak menciptakan “ayat-ayat” sendiri demi
mencari keuntungan duniawi.
Kedua,
melupakan fungsi rahmatan lil alamin dan memperuncing perselisihan. Ketika Rasulullah
mengutus Mush'ab ke Madinah untuk mendakwahkan ajaran Islam beliau berpesan “permudahlah
dan jangan mempersulit”. Dalam tiap dakwah, Rasulullah juga senantiasa
dengan metode lemah lembut, mengapa demikian? Karena dengan metode berlemah
lembut inilah, Rasulullah berhasil mendakwahkan Islam..
Fenomenanya, tidak sedikit dari pendakwah kita justru menonjolkan
perselisihan-perselisihan mengenai hal-hal furu’(cabang/tidak prinsipil) yang telah ditinggalkan para ulama seribu tahun
lalu. Bahkan mempertajam jurang perselisihannya dengan saling mengklaim
kebenaran mutlak ada pada pihak masing-masing. Sedangkan ajaran Islam untuk
saling menyebar salam, memberi makanan dan menyambung tali ukhuwah bukanlah
menjadi materi yang penting untuk di ajarkan kepada umat Islam.
Ketiga,
melupakan ajaran Islam yang adil. Dalam surat al-Baqarah ayat 143, Allah telah
menetapkan umat nabi Muhammad sebagai umat yang adil. Ajaran Islam dengan
sifat adilnya menetepakan dengan ketetapan tegas pada hal-hal yang perlu ditegasi
dan lunak pada hal-hal yang sepantasnya kita bertoleransi.
Realitanya, tidak
sedikit dari para pendakwah kita yang kurang memperhatikan aspek keadilan pada
kandungan syariat Islam. Pada aturan
akidah yang merupakan hal yang tetap dan tak bisa diubah, para pendakwah kita yang telah teracuni
akidah dan pikirannya, kini telah memasukkan “virus” liberalism,
prularisme sehingga menganggap kebenaran
ada pada semua agama. Akibatnya, Islam kehilangan jati diri. Islam sama dengan
agama-agama yang telah di campuri tangan manusia atau memang buatan manusia.
Islam tidak lagi menjadi identitas yang harus ditampakkan dan selayaknya
dibanggakan karena ia tidak berbeda dengan ajaran selain Islam.
Di satu sisi pula ada
sekelompok pendakwah yang menolak inovasi dalam bermuamalah. Mereka tidak
menerima ijtihad dan pembaharuan menuju hal yang lebih baik. Akibatnya Islam
menjadi ajaran yang kaku dan terasing. Metode seperti ini justru membuat umat
muslim sendiri lari dari Islam yang dilihatnya keras dan tidak bisa memberikan
solusi untuk persoalan kekinian.