Muslims VS Cartoons : Penghinaan atas Rasulullah dan Spirit
al-Qalam
Part 1 : Akar
Kebencian.
Setelah tayangan pembakaran mobil polisi di Pakistan selsai,
nampaklah wajah seorang reporter wanita senior. Ekspresinya sungguh dramatis,
matanya agak disipitkan dan ada ketakjuban bercampur takut yang membayang di
wajahnya. Ia lalu berkomentar, “Pemirsa, betapa pembautan sebuah film mampu
membangkitkan amarah massa di hampir seluruh negara Islam....” Menontonya, hati
saya diserang rasa ngilu yang teramat. Kejadian ini terulang lagi ; kekasih
kami yang agung kembali dihina. Film IoM hanya menambah deretan karya
orang-orang fanatik pengecut yang bersembunyi di balik kebeasan berekspresi
untuk menghina Nabi Muhammad saw . Dimulai dari La Divina Commedia-nya
Dante (1265-1321) yang tidak lucu, Satanic Verses-nya Rushdi si pendusta
(1988), hingga karikatur murahannya Jylland-Posten. Kini film IoM lalu sebuah koran
Prancis yang ikutan cari tenar, Charlie Hebdo. Caci maki tidak bermutu
dari Faith Freedom-nya Ali Sina ad-Dajjal juga tidak ketinggalan. Selain bermaksud
provokasi atas ummat Islam yang konon “their weakness is their anger”,
semua fenomena tersebut adalah bentuk nyata dari kebencian. Telah nyata kebencian
dari mulut mereka, dan benci yang terseimpan di dalam hati mereka jauh lebih
besar.
Entah mengapa orang-orang itu begitu benci dan takut kepada Islam,
sehingga sebuah penyakit jiwa/masyarakat baru muncul dekade belakangan ini,
Islamophobia ; sebuah ketakutan tidak rasional kepada ajaran-ajaran Islam. Salah satu jawaban yang sangat mungkin adalah
pencitraan Islam yang buruk di Barat. Dimulai dari ulah orientalis awal hingga
media-media modern. Di dalam Covering Islam ; How The Media And The Expert Determine How
We See The Rest Of The World Edward Said menuding media-media Barat bukannya mennjukan bagaimana
Arab dan Dunia Islam secara umum telah masuk kedalam tahap modern, media-media
itu malah menampilkan “karikatur esensial yang ditampilkan sedemikian rupa
untuk membaut dunia rentan terhadap agresi militer''
Mungkin sebagai dampak dari terlalu sering “dibohongi” media mereka
sendiri, di forum-forum internet saya kadang menjumpai komentar-komentar yang
lucu, aneh dan memprihatinkan dari pemuda-pemuda barat yang “katrok”. Misalnya sebuah komentar di Youtube yang kurang lebih begini “dimana pun Islam mayoritas, orang-orang
kristen selalu dibunuh dan dizalimi.” Saya sangat sedih sekaligus ingin tertwa
membaca komentar itu, diaman-mana? Dimama saja tuh?. Saya jadi bingung sendiri, anak itu pernah
nggak si baca berita yang benar tentang Indonesia?, tentang muslim Rohingya?,
muslim Uighur?. Muslim Pattani?, muslim Moro?, dan muslim di Amerika sendiri?. Jika
anak itu orang Indonesia ingin rasanya menjewer telinganya!. Jika dia pemuda
dari barat, ingin rasanya mengajaknya mengungsi ke pedalaman Madagaskar saja,
disana otaknya bisa lebih sehat. Namun, belakangan saya mulia khawatir,
jangan-jangan mereka tidak lagi menjadi korban kelicikan media, jangan-jangan
memang itu lah yang mereka ingin lihat ; Islam sebagai musuh barbar dari timur.
Jangan jangan kutukan Samuel Hantington benar adanya dan segera terwujud ;
benturan keras antara peradaban Barat dan Islam sebagai musuh baru pasca
rontoknya Komunisme.
Jawaban yang lain datang dari Ust Syamsi Ali, dai muda dari
Indonesia yang giat berdakwah dan mengikis Islamophobia di US sana. Menurut beliau
segala ekspresi kebencian yang kampungan seperti pembautan film, karikatur,
pembakaran al-Qur’an dan lainnya adalah bentuk keputusasaan orang-orang yang
benci kepada Islam karena dakwah Islam tumbuh begitu subur di daratan Eropa dan
Amerika. Mereka mungkin sungguh tidak rela jika prediksi indah Sir Bernad Shaw
akhirnya terwujud : If any religion had the chance of ruling over England,
nay Europe within the next hundred years, it could be Islam. " I
have prophesied about the faith of Muhammad that it would be acceptable to the
Europe of tomorrow as it is beginning to be acceptable to the Europe of today.
Mereka tidak sadar bahwa semakin
ditekan dengan cara-cara tidak fair cahaya Islam justru akan semakin
cemerlang. Setelah gelombang diskriminasi menimpa muslim Amerika pasca fitnah WTC,
al-Qur’an justru menjadi buku best seller di sana.. Terakhir, di tengah geger
film IoM aktivis Islam di Inggris membagi-bagikan mushaf gratis, banyak orang
yang jadi penasaran akan Islam dari sumbernya yang asli. Dan sangat mungkin
mereka akan mendapatkan hidayah. Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan
mulut-mulut mereka, tetapi Allah sendiri lah yang akan menyempurnakan cahayanya
meskipun para pengingkar sangat membencinya.
Kebencian itu mungkin juga hasil dari dendam historis psikologis
akibat sejarah Perang Salib yang kelam. Meski telah berlalu berabad lamanya,
perang akbar yang berlangsung ratusan tahun itu tetap punya efek bagi kehidupan
kita kini. Karen Armstrong, seorang pengkaji sejarah agama-agama Abrahamic menjelaskan
hal ini di dalam karyanya Holy War : The Crusades and Their Impact on
Today’s World. Aksi atraktif teatrikal Jendral Henri Gouraud dari Prancis (1867-1946)
ketika berhasil merebut Damaskus pada Perang Dunia I bisa kembali kita ingat
disini. Ketika itu Gouraud menaiki pusara Shalah ad-Din Yusuf al-Ayyubi,
pahlawan Islam terbesar dari era Perang Salib, menendangnya lalu berteriak “The
Crusades have ended now! Awake Saladin, we have returned! My presence here
consecrates the victory of the Cross over the Crescent.”
Hal yang sama konon dilakukan oleh petinggi militer Britania Raya
ketika itu Edmund Allenby (1861-1936). Allenby memasuki Damaskus sambil
mengacungkan pedangnya kepada patung Salah ad-Din dan berseru, “Today the
wars of the Crusaders are completed”. Meskipun Allenby kemudian mengelak
dan mengatakan bahwa penakulkannya tidak berdasarkan spirit keagamaan, pers
Inggris tetap saja menyebut kemenangannya atas pasukan Turki Utsmani sebagai
mimpi Richard Lionhart—rasa Inggris yang tidak berhasil merebut Jerussalem dari
Salah ad-Din al-Ayyubi--- yang menjadi kennyataan. Keduanya adalah kasus yang
sudah lama, yang terbaru adalah lidah Bush Jr, yang terpleset menyebut
infasinya ke Iraq sebagai “crusade.” Belakangan, Bush meralat ucapannya, tetapi
itu setelah ia menerima sejulah kecaman.
Ucapannya yang pertama terlontar ketika ia masih diselimuti duka fitnah WTC,
jadi, ucapan “crusade” tersebut, bisa diasumsikan muncul secara spontan dari
perasaannya sendiri untuk membangkitkan sentimen kolektif serupa dari warganya.
Saya sendiri berharap, semua kebencian
itu bukan berasal dari dendam ini. Betapa meruginya kita jika konflik yang
sebenarnya multidimensi dari zaman dahulu itu membuat kita ikut saling
membenci.
Pangkal dari segalanya mungkin adalah ketidakpahaman orang-orang
barat/Kristen(?) akan ajaran Islam secara umum dan posisi Nabi Muhammad saw dalam
kehidupan umat Islam secara khusus. Ungkapan ini berasal dari ulama besar Mesir,
Syaikh Muthafa al-Maraghi dan diamini oleh Annamareie Schimmel di awal-awal
bukunya And Muhammad is His Messenger ; The Veneration of the Prophet in
Islamic Piety. Menurut Schimmel, ketidakpahaman dan pencitraan buruk Nabi
Muhammad oleh penulis-penulis Eropa pula lah yang akhirnya menimbulkan “reaksi
jijik dari kaum Muslimin atas pencitraan Eropa terhadap Nabi yang mereka
cintai, yang mereka kenal.”
Beberapa sarjana barat
tampaknya menyadari betul bahwa pengertian akan posisi Nabi Muhammad di dalam
hati kaum Muslimin sangat penting bagi Dunia Barat untuk memulai sebuah
hubungan yang lebih harmonis. Wilfred Cantwell Smith di dalam Islam in
Modern India misalnya sampai menulis bahwa “Kaum Muslimin masih bisa
membiarkan serangan terhadap Allah ; ada banyak orang atheis, publikasi
atheistik, dan masyarakat rasionalistik. Akan tetapi, penghinaan kepada Nabi
Muhammad akan menyulut, bahkan dari kalangan paling ‘liberal’ sekalipun dari
umat Islam, fanatisme yang menyala-nyala.” Sayang sekali pengertian itu tidak
kujung terwujud, meskipun sudah ada usaha dari sarjana semacam Annamarie
Shimmel atau Karen Armstrong. Sebuah demo dari kalangan pendukung koran Charlie
Hebdo di luar kota Paris mungkin bisa menajdi representasinya. Para demonstran
itu alih-alih mendinginkan suasana, mereka justru menuntut “right to blaspheme”,
hak untuk menghina. Contoh lain, seorang komentator di internet justru ‘menasehati’
umat Islam agar belajar untuk bercanda, katanya, "Learning to take a
joke is part of living in Western society," "Nothing is sacred here
-- get used to it." Keterlaluan, padahal bahkan Nietsche sekalipun
konon menganggap bahwa sesuatu yang skaral di dalam sebuah budaya memang tidak
bisa dijadikan bahan bercanda ; the sacred is whatever it is in a culture at
which one cannot laugh. Kutipan Nietsche
itu saya baca di situs milik Musthafa Akyol, juru kampanye Islam tanpa
ekstirmis. Arogansi mereka sebagai bangsa yang peradabannya sedang memimpin
dunia mungkin membuat mereka bersikap serendah itu.
Faktor terakhir yang mugnkin kita diskusikan (dan renungkan) adalah
bahwa kebencian itu berasal dari salah kita sendiri selaku umat Islam. Al-Islamu
mahjubun bil muslimin, kemuliaan agama Islam ditutupi oleh sikap para
pemeluk Islam (kaum Muslimin) sendiri. Kalimat Muhammad Abduh sang pembaharu
besar itu bisa jadi menemukan relevansinya disini. Apakah umat Islam sendiri
telah menghormati Nabi mereka dengan penghormatan yang layak?. Apakah umat
Islam telah mampu menjadi cermin bagi Dunia Barat akan pribadi yang hidup dibawah
bimbingan agama Allah yang diajarkan Sang Nabi?. Lebih mendasar, apakah setiap
pribadi muslim telah mengenal Nabi mereka dengan baik?. Ah, memang momen
seperti ini, ketika Nabi kita yang agung dihina, adalah momen berharga bagi
umat Islam untuk kembali mengkaji sirah Nabi mereka, dan lebih dari itu
berusaha meniti sunahnya. Mulai membaca buku-buku seperti Rahiq al-Makhtum-nya
al-Mubarakfuri, Muhammad-nya Martin
Lings dan buku-buku fiqh as-sirah lainnya seharusnya menajdi “balas
dendam” pemuda-pemudi Islam yang mengaku berpendidikan atas penghinaan Dunia
Barat. Setelah itu, harusnya para pemuda-pemuda Islam mulai bangkit untuk
memperkenalkan Sang Nabi dan Islam kepada dunia melalui pena mereka,
sebagaimana telah dilakukan oleh para
ulama Islam mulai dari Ali bin Abi Thalib hingga Syed Amir Ali, dari al-Ghazzali
hingga Iqbal, Ibnu Rusyd hingga Buya Natsir, dari Ibnu Hisyam hingga Fahd
Djibran. Kekuatan pena memilki daya yang jauh lebih hebat dari sekedar RPG yang
ditembakan ke kedutaan AS di Libya. Pena adalah alat terbaik untuk membela
kehormatan Rasulullah, al-Qur’an sendiri mengisyaratkan hal iti di dalam salah
satu surahnya. Spirit al-Qalam (pena), itu lah yang akan kita diskusikan di
bagian berkutnya.
Bersambung,,,,insya Allah.
bahkan media nasional semacan metro tv dan Media Indonesia juga menyerukan untuk membenci Islam....
BalasHapusSaya suka sekali pada paragraf terakhir yang menjelaskan mungkin kita sendiri sebagai umat Islam merupakan faktor penyebab utamanya....
makasih mas.. yaya, jika membaca pengakuan mantn penulis editorial dan mantan reporternya, MetroTV memang tidak jernih dalam pemberitaan mereka.
BalasHapusbisa dibayangan, jika yg di indo saja begitu, apalagi yang dluar ya??
artikelnya bagus,
BalasHapustapi lebih bagus lagi kalau meminimalisir typo...:)
yuppp... makasih mba mida.. hehe, ini memang belum diedit.
BalasHapusBagian yang paling saya suka:
BalasHapus"Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, tetapi Allah sendiri lah yang akan menyempurnakan cahayanya meskipun para pengingkar sangat membencinya."
Di facebook saya juga geram dengan pribadi yang ngaku Islam tapi pola pikirnya seperti ini:
‘menasehati’ umat Islam agar belajar untuk bercanda.
Saya bantai dengan ini :D
Akhlaqul karimah itu tidak melulu musti seperti seperti bhisku di film hongkong. Ada marah yang dari nafsu, ada juga marah yang dari fitrah.
Kalau agama dihina dan difitnah, lalu kita marah.. itu adalah BAGIAN DARI KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN <-- sebagaimana yang sering digembar-gemborkan liberalis najis di negeri ini. :D
hehe.. itu makna dari ayat al-Qur'an mas, "WALLAHU MUTIMMU NUURIHI WALAU KARIHA AL-KAAFIRUUN"..
BalasHapusyap, kadang kita juga harus nunjukin cinta dengan sikap tegas. meskipun tindakan anarkis n bakar sana- sini klo dilakukan di indonesia, n yang dibakar fasilitas umum, yaa yg rugi org Indonesia juga, yang mayoritas Islam ini.