Headlines News :
Made by : MF-Abdullah @ Catatan
Home » » Metode Pemahaman Hadis Dalam Kitab-Kitab Syarah

Metode Pemahaman Hadis Dalam Kitab-Kitab Syarah

Written By apaaja on Selasa, 24 November 2015 | 00.50.00

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
 Fathul Bari adalah contoh kitab syarah hadis terkenal.
Pengertian Syarah
Hadis adalah sumber kedua ajaran Islam setelah al-Qur’an, olehnya, sangat penting bagi setiap muslim untuk bisa memahaminya. Tentu saja, pemahaman atas hadis haruslah benar dan tepat. Oleh karena itu diperlukan metode-metode tertentu yang ilmiyah untuk keperluan tersebut. Para ulama telah mengembangkan metode memahami hadis sejak dahlu hingga kini. Aplikasi metode tersebut bisa dilihat di dalam kitab-kitab syarah hadis.   
Syarh berakar dari kata syaraha-yasyrahu-syarhan yang berarti menerangkan, membukakan, melapangkan.[1] Istilah syarh (pemahaman) pada umumnya digunakan untuk hadis, layaknya kata tafsir yang digunakan pada Al-Quran. Istilah syarah ini meliputi tentang maksud, arti, kandungan, atau pesan yang terdapat pada suatu hadis dan disiplin ilmunya. Dari dua pengertian di atas, dapat diartikan bahwa metode pemahaman hadis adalah suatu cara yang digunakan untuk menjelaskan maksud, pesan, kandungan dan hal lainnya yang terdapat pada suatu hadis.
Berbagai Metode Pemahaman Hadis Dalam Kitab-Kitab Syarah Hadis
Metode Tahlili
Metode tahlili adalah suatu metode pemahaman hadis yang menjelaskan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW dengan memaparkannya dari segala aspek yang terkandung dalam hadis tersebut, serta memaparkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan kecenderungan dan keahlian pensyarah.[2]
Dalam menyajikan penjelasannya, biasanya seorang pensyarah hadis akan mengikuti sistematika hadis sesuai dengan urutan hadis yang terdapat di dalam sebuah kitab hadis, yang lebih dikenal sebagai al-kutub al-sittah. Seorang pensyarah akan memulai menjelaskannya kalimat demi kalimat, hadis demi hadis secara berurutan. Uraian yang ditulis oleh pensyarah tersebut menyangkut berbagai aspek yang terkandung di dalam hadis, seperti kosa kata, konotasi kalimat, latar belakang turunya hadis, kaitannya dengan hadis lainnya, dan pendapat-pendapat yang beredar mengenai pemahaman hadis tersebut, baik itu yang berasal dari para sahabat maupun para tabi’in, maupun ulama hadis.[3]
Ciri-Ciri Metode Tahlili
Biasanya kitab-kitab syarah yang menggunakan metode tahlili berbentuk ma’sur (riwayat) dan ra’y (pemikiran rasional). Syarah  yang berbentuk ma’sur ditandai dengan banyaknya riwayat-riwayat yang datang dari para sahabat, tabi’in atau ulama hadis. Sementara syarah yang berbentuk ra’y banyak didominasi oleh pemikiran rasional dari pensyarahnya. Ciri-ciri kitab syarah yang menggunakan metode tahlili adalah:[4]
1)             Pensyarahan yang dilakukan menggunakan pola menjelaskan makna yang terkadung di dalam suatu hadis secara komprehensif dan menyeluruh.
2)             Dalam pensyarahan, hadis dijelaskan menggunakan kata demi kata, kalimat demi kalimat secara berurutan serta tidak terlewatkan juga menerangkan sabab al-wurud dari hadis-hadis yang dipahami, jika hadis tersebut memliliki sabab al-wurud.
3)             Diuraikan pula pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan oleh para sahabat, tabi’in, dan para ulama hadis maupun para ahli syarah hadis lainnya dari berbagai disiplin ilmu.
4)             Dijelaskan pula mengenai munasabah (hubungan) antara hadis yang satu dengan hadis yang lainnya.
5)             Selain itu, kadan pula syarah dengan metode ini diwarnai dengan kecenderungan pensyarah terhadap salah satu mazhab.
Kelebihan Dan Kekurangan Metode Tahlili
Dalam menggunakan metode tahlili dalam pensyarahan, tentunya memiliki kelebihan maupun kekurangannya. Untuk kelebihan dari metode tahlili ini adalah:[5] Meliki ruang lingkup pembahasan yang luas. Metode tahlili dapat mencakup berbagai asepek, mulai dari kata, frasa, kalimat, sabab al wurud, munasabah dan lain sebagainya. Selain itu, metode ini juga memuat berbagai ide dan gagasan sebab adanya kesempatan yang luas pada pensyarah untuk menuangkan ide-ide dan gagasan-gagasan yang pernah dikemukakan oleh para ulama.
Untuk kekurangan dalam metode tahlili ini di antaranya petunjuk hadis menjadi parsial atau terpecah-pecah, sehingga seolah-olah hadis memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisiten. Metode ini juga dianggap melahirkan syarah yang subyektif. Hal tersebut memungkinkan ada di antara mereka yang mensyarah hadis sesuai dengan kemauan peribadi tanpa mengindahkan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku.[6]

Metode Ijmali
Metode ijmali adalah metode yang digunakan untuk menjelaskan atau menerangkan hadis-hadis sesuai dengan urutan dalam kitab hadis yang ada di dalam kutub al-sittah secara ringkas. Walaupun demikian, dalam metode tersebut tetap mampu merepresentasikan makna literal hadis, dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami.[7] Dari segi sistematika metode ijmali  ini dengan metode tahlili memiliki persamaan. Selain itu, gaya bahasa yang digunakan pada metode ijmali juga tidak berbeda jauh dengan gaya bahasa yang digunakan pada metode ijmali.
Ciri-Ciri Metode Ijmali
Adapun ciri-ciri yang digunakan pada kitab syarah yang menggunakan metode ijmali adalah :[8]
1)      Pensyarah langsung melakukan penejelasan dari awal sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul dan
2)      Penjelasannya umum dan sangat ringkas Pensyarah tidak memiliki ruang untuk mengemukakan pendapat sebanyak-banyaknya. Namun demikian, penjelasan terhadap hadis-hadis tertentu juga diberikan agak luas, walaupun tidak seluas dalam metode tahlili.
Kekurangan dan Kelebihan Metode Ijmali
Kelebihan metode ijmali yang utama adalah sifatnya yang ringkas dan padat. Syarah yang menggunakan metode ini terasa lebih praktis dan singkat, sehingga dapat dipahami oleh pembaca lebih cepat. Pola syarah dengan metode ini berguna bagi orang yang ingin memahami hadis dengan waktu relatif singkat, karena tidak bertele-tele seperti yang terdapat pada metode tahlili.[9]
Syarah dengan metode ijmali ini sangat mudah dipahami, karena dalam metode ini menggunakan bahasa yang mudah, singkat, dan padat. Dengan demikian, pemahaman terhadap kosa kata yang terdapat dalam hadis lebih mudah didapatkan, karena pensyarah langsung menjelaskan kata atau maksud hadis tanpa mengemukakan ide-ide ataupendapatnya.[10]
Namun demikian, tentu ada pula kekurangannya. Metode ini dianggap menjadikan petunjuk hadis bersifat parsial. Metode ini tidak mendukung pemahaman hadis secara utuh, sehingga dapat menjadikan petunjuk hadis bersifat parsial. Hal ini dikarenakan suatu hadis tidak saling terkait satu dengan yang lainnya, sehingga hadis bersifat umum atau samar dan tidak dapat diperjelas dengan hadis yang sifatnya lebih rinci.[11]
Sifatnya yang ringkas menjadikan tidak terdapat ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai. Metode ini tidak menyediakan ruang untuk memuaskan berkenaan dengan wacana pluralitas pemahaman suatu hadis. Oleh sebab itu, metode ini tidak dapat diandalkan untuk menganalisis pemahaman secara detail dan rinci.

Metode Muqarin
Metode muqarin adalah metode mamahami hadis dengan cara : 1. Membandingkan hadis yang memiliki redaksi yang sama atau mirip dalam kasus yang sama atau memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang sama; 2. Membandingkan berbagai pendapat ulama syarah dalam mensyarah hadis. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa memahami hadis dengan menggunakan metode ini mempunya cakupan yang cukup luas, tidak hanya membandingkan hadis dengan hadis lain, melainkan juga membandingkan pendapat ulama (pensyarah) dalam mensyarah suatu hadis.[12]
Ciri-Ciri Metode Muqarin
Adapun ciri-ciri kitab syarah yang menggunakan metode muqarin ini diantaranya:[13]
1.      Membandingkan analitis redaksional (mabahis lafziyyah) dan perbandingan periwayat-periwayat, kandungan makna dari masing-masing hadis yang diperbandingkan.
2.      Mamebahas perbandingan berbagai hal yang dibicarakan oleh hadis tersebut.
3.      Perbandingan para pensyarah mencakup ruang lingkup yang sangat luas, karena uraiannya membicarakan berbagai aspek, baik menyangkut kandungan (makna) hadis maupun korelasi (munasabah) antara hadis dengan hadis.
Urutan dalam Menggunakan Metode Muqarin
Metode ini diawali dengan menjelaskan pemakaian mufradat (suku kata), urutan kata, kemiripan redaksi. Jika yang akan diperbandingkan adalah kemiripan redaksi, maka langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
1.      Mengidentifikasi dan mengimpun hadis yang redaksinya bermiripan.
2.      Memperbandingkan antara hadis yang redaksinya mirip tersebut, yang membicarakan satu kasus yang sama atau dua kasus yang berbeda dalam satu redaksi yang sama.
3.      Menganalisa perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi yang mirip, baik perbedaan itu mengenai konotasi hadis maupun redaksinya, seperti berbeda dalam menggunakan kata dan susunannya dalam hadis, dan sebagainya.
4.      Memperbandingkan antara berbagai pendapat para pensyarah tentang hadis yang dijadikan obyek pembahasan.
Kelebihan Dan Kekurangan Metode Muqarin
Sebagai metode perbandingan, kelebihan metode muqarin yang utama adalah Memberikan wawasan pemahaman yang lebih luas jika dibandingkan dengan metode yang lain [14]. Ia juga m embuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang terkadang berbeda jauh. Pemahaman dengan metode ini sangat berguna untuk mereka yang ingin mengetahui berbagai pendapattentang sebuah hadis.
Tentu metode ini tidak luput dari kekurangan. Metode muqarin kurang relevan bagi pembaca pemula, karena pembahasan yang dikemukakan terlalu luas sehingga sulit untuk menentukan pilihan. Sifatnya yang focus pada komparasi pemahaman membuat metode ini tidak dapat diandalkan untuk menjawab permasalahn sosial yang berkembang di tengah masyarakat karena pensyarah lebih mengedepankan perbandingan dari pada pemecahan masalah. Lebih lanjut, metode ini terkesan lebih banyak menelusuri pemahaman yang diberikan daripada mengemukakan pendapat yang baru. [15]



[1] Khamdan, dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi (Kritik Terhadap Hadis-Hadis Pendidikan), (Yogyakarta: Idea Press, 2012), hal. 73
[2] Khamdan, dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi ..., hal. 73

[3] Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan), (Yogyakarta: CESaD YPI Al-Rahman, 2001), hal. 29
[4] Khamdan, dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi ..., hal. 74
[5] Khamdan, dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi ..., hal. 93
[6] Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode ..., hal 39
[7] Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode ..., hal. 42
[8] Khamdan, dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi ..., hal. 94
[9] Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode ..., hal. 44-45
[10] Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode ..., hal. 45
[11] Khamda
 dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi ..., hal. 96
[12] Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode ..., hal. 46
[13] Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi (Metode ..., hal. 47-48
[14] Khamdan, dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi ..., hal. 98-99
[15] Khamdan, dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi ..., hal. 99
 
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Santri Cendekia - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template