Headlines News :
Made by : MF-Abdullah @ Catatan
Home » » Terorisme, Radikalisme dan Sikap Ummat Islam ; Catatan dari Kasus Siyono

Terorisme, Radikalisme dan Sikap Ummat Islam ; Catatan dari Kasus Siyono

Written By apaaja on Senin, 04 April 2016 | 17.13.00

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

“NKRI juga milik umat Islam. Mustahil mereka ingin merusaknya”

Kasus dugaan pelanggaran hak azasi terhadap almarhum Siyono oleh oknum Densus 88 terus bergulir.[1] Siyono yang berstatus sebagai terduga  teroris itu ditangkap usai mengimami shalat, masih dalam keadaan sehat afiat, tapi ketika kembali ia sudah jadi mayat. Ia diciduk dengan kasar di depan murid-murid TK yang ia rintis. Di depan anak-anak tak berdosa itu, berlangsung sebuah drama penangkapan yang berujung kematian terduga, lalu munculah gugatan menuntut keadilan.
Guna mendapatkan kejelasan seputar kasus Siyono serta isu radikalisme dan terorisme secara umum, diadakanlah kajian di masjid Jogokaryan, Yogyakarta. Kajian ini berlangsung bersamaan dengan proses otopsi Siyono oleh tim dokter Muhammadiyah dan Polri di Klaten, Ahad, 3 April, 2016. Di masjid yang menjadi pusat gerakan Islam di Kota Gudeg itu, hadir Ust. Dr. Mu’inuddinillah Basri, MA serta Pak Mustofa Nahrawardaya dari PP Muhammdiyah. Dalam kapasitasnya masing-masing, beliau berdua memberikan pencerahan seputar isu terorisme, radikalisme dan bagaimana seharusnya ummat Islam Indonesia meresponnya.
Pesan umum dari kajian tersebut insya Allah sunggulah baik jika betul-betul diamalkan umat Islam. Didalamnya termasuk ajakan untuk lebih giat mendaras ajaran kanjeng Nabi agar tidak mudah terperangkap ajakan ngebom sana sini. Alasannya sangat jelas, NKRI adalah anugrah dari Allah yang terwujud atas peran dari ulama dan para santri bersama elemen bangsa lainnya. Olehnya umat Islam harus merasa memilikinya. Lebih dari itu, aksi terorisme betu-betul bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan ajaran jihad yang sering diklaim para teroris itu.
Terkait NKRI dan umat Islam, Ust. Mu’inuddinillah Basri menegaskan, “NKRI adalah milik umat Islam. Uamt Islam harus merasa memilikinya. Olehnya sangat tidak logis jika umat Islam (yang mayoritas di negri ini) ingin agar NKRI rusak.”  Mustofa Nahrawardaya dari PP. Muhammadiyah mengingatkan bahwa salah satu ormas terbesar di Indonesia itu sudah ada bahkan sejak Indonesia merdeka. Muhammadiyah yang tokoh-tokohnya turut membidani kelahiran NKRI tentu mustahil ingin mencelakainya.
Jihad, tegas Ust. Muin, harus dipahamai sebagai upaya sungguh-sungguh untuk memeprtahankan Islam ketika Islam terancam, dan memajukannya ketika sudah jaya. Tujuan dari jihad adalah menjaga kepentingan umat Islam dan menegakan maqashid syari’ah, dimana menjaga nyawa manusia (hifz an-nafs) termasuk di dalamnya. Olehnya, Ust. Muin menolak tegas klaim yang menyatakan bahwa aksi terror di jalan Thamrin atau bahkan Brussel sebagai jihad. Sebab jelas, kedua aksi itu dilakukan serampangan, membunuh yang tak berdosa, termasuk Muslim, dan merugikan umat Islam.
Lebih jauh lagi, Ust Muin mengingatkan peserta kajian akan Perjanjian Hudaibiyah dan Fathu Mekah yang berlangsung damai. Justru lewat dua peristiwa damai inilah dakwah Rasulullah menemui momentum keberhasilannya jika diukur dari kuantitas orang yang masuk Islam. Padahal secara kasat mata, di Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah harus rela mencopot geral kerasulan beliau di hadapan pemuka musyrikin Arab. Tapi toh, hal itu justru menjadi awal ekspansi dakwah yang efektif di masa damai. Lalu pada Fathu Mekah, Rasulullah bisa saja melakukan balas dendam pada mereka yang dulu menzhalimi beliau dan para sahabat, tapi beliau justru memaafkan. Dari maaf itulah, penyebaran rahmah Islam ke seluruh penjuru Arabia dan bahkan dunia bermula.
Mengingat pesan Islam yang jauh dari cara-cara teror di atas, tentu pertanyaan yang muncul adalah, mengapa masih saja ada anak muda yang terpikat ikut gerakan terror? Penjelasan dua pemateri tentang hal ini penting untuk diingat pemuda-pemuda Muslim. Telah nyata dari berbagai kasus di lapangan, ada orang-orang tak bertanggung jawab yang mendekatai pemuda-pemuda Muslim yang memiliki ghirah dakwah yang menyala-nyala, mengarahkan ghirah itu ke jalan yang salah. Mereka didekati dengan sangat intens dan halus, dijanji akan dilatih untuk berjihad membela saudara Muslimnya di Palestina. Mereka lalu diberikan fasilitas “I’dad”, bahkan dilatih menembak. Lalu tiba-tiba si perekrut itu menghilang entah kemana, tinggalah para pemuda korban jebakan itu jadi buruan densus. Dalam Bahasa Mustafa Nahra, mereka “diburu hingga liang lahat.” Hal seperti di atas menimpa 25 pemuda yang menjadi buronan di pegunungan di Aceh. Mereka direkrut Sofyan Sauri, seorang yang mengaku mantan Brimob itu. Si Sofyan masih sehat sedang 25 pemuda itu sudah tuntas dibabat.
“Ada berbagai kasus yang aneh” Ungkap Ust. Muin, misalnya, santri beliau melaporkan tentang ada seseorang yang kerjanya mengajarkan orang cara merakit bom tapi hingga kini tak tersentuh aparat. “Lalu yang lucu” keheranan Ust. Muin masih berlanjut, “ternyata ada orang yang bisa merekrut anggota ISIS lewat internet dari dalam penjara” Ini tentu hal-hal yang mengundang curiga. “Kok bisa dibiarkan?” Tanya beliau retoris.
Di hadapan fenomena-fenomena semacam ini, wajar jika kemudian timbul dugaan-dugaan bernada “konspiratif.” Dan semua curiga itu sebenarnya berdasar, terutama jika mengingat fakta sejarah rekayasa intelijen di masa Orba. Tak mustahil hal serupa diulang lagi.  Tesis Pak Busyro Muqaddas tentang tema ini sudah dipertanggung jawabkan secara akademik.[2] Jadi, kewaspadaan akan kemungkinan rekayasa bukannya paranoia, ia adalah waspada yang cukup beralasan.Namun demikian, tenggelam dalam kasak-kusuk makar jahat ini bukanlah tugas tiap orang, biarlah yang berkompeten mengurusnya.
Keluarga-keluarga Muslim harus menjaga diri dan anak-anak mereka. Jalan terbaik adalah membekali diri dan generasi dengan pemahaman agama yang benar, agar mereka tidak mudah terperangkap rayuan semacam itu. Keterputusan pendidikan agama yang benar memang ditengarai menjadi sebab “radikalisasi.” Olivier Roy, peneliti ekstrimisme dari European University Institute, Italia mengakui hal ini. Roy adalah ahli “Islam Politik” yang karya-karya ilmiyahnya diterbitkan penerbit milik kampus-kampus berwibawa seperti Harvard. Ia yakin bahwa radikalisasi justru terjadi “because the passing down of religious beliefs stopped working[3] Ketika paham agama yang benar gagal diwariskan, maka di situlah anak muda rentan dicekoki faham yang mudah diarahkan ke jurang esktrimisme.
Kedua pemateri tentu tidak absen membahas kasus Siyono secara khusus. Mustafa Nahra mengungkap fakta –yang sebenarnya sudah banyak diketaui orang—bahwa Siyono hanyalah puncak gunung es. Setidaknya sudah ada 121 orang yang menjadi “korban” prosedur tak manusiawi Densus 88. Prosedur penangkapan yang mencakup penembakan ditempat, tanpa pengadilan. Ada sebagian yang ditembak bahkan ketika sedang  beribadah. Belum lagi tekanan yang dialami keluarga orang-orang yang terbunuh tanpa diadili itu. Istri Siyono misalnya, ia diminta menandatangani sejumlah dokumen yang menyatakan ia tidak akan mengusut kematian suaminya. Mustafa Nahra menyatakan, keluarga dari “korban” lainnya dibuat menandatangani surat pernyataan untuk tetap bungkam, tak bersuara pada wartawan.
Hal-hal seperti di ataslah yang ingin diakhiri, tak ada sezarah pun niat melemahkan institusi POLRI apalagi mendukung gerakan teroris yang mana korbannya banyak Muslim juga. Ust Muin justru menegaskan kepada jamaah,  masih ada banyak aparat yang memiliki nurani, mereka harus diingatkan bahwa institusi mereka bisa saja ditumpangi oleh mereka yang meraup untung prbadi dari proyek “deradikalisasi” atau “war on terror”. Dana untuk densus saat ini saja mencapai 1,9 Triliun, bukan jumlah yang sedikit. Wilayah ini perlu audit dan transparansi. Kebersihan, transparansi, dan keberpihakan pada keadilan  bukankah justru akan menguatkan Polri? Jika itu terwujud, umat Islam akan mendukung sepenuhnya, sebab sekali lagi “NKRI  milik umat Islam, mustahil mereka ingin merusaknya”



[1] http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160403123141-20-121302/penanganan-terduga-teroris-oleh-densus-88-mendapat-sorotan/  tentang dokumen yg ditanda tangani istri siyono untuk bungkam, lihat juga di  https://m.tempo.co/read/news/2016/03/26/063757073/kontras-tangkap-siyono-densus-88-diduga-langgar-prosedur 
[2] Ulasan menarik bisa dilihat di sini http://pusham.uii.ac.id/files.php?type=fbuku&lang=id&id=41, juga di sini http://www.kompasiana.com/fauzananwarsandiah/hegemoni-rezim-intelijen_552e47706ea83462398b4572
[3] https://en.qantara.de/content/interview-with-french-extremism-researcher-olivier-roy-radicalisation-is-not-the-result-of


catatan : kutipan langsung di dalam tulisan ini mungkin tidak seperti persis kata-kata para pemateri ketika kajian. Penulis hanya mengandalkan ingatan dan catatan kecil yang sempat dibuat. Namun insya Allah substansi dari ucapan-ucapan itu tidak berubah.


 
Share this article :
Comments
0 Comments

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Santri Cendekia - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template